Pemimpin: Wakil Rakyat atau Pengusaha

Penerapan Peraturan Daerah No 15 Tahun 2013  dan rasia Miras yang dipimpin Gubernur Provinsi Papua Lukas Enembe, dengan rasia  penjualan Minuman beralkohol di Kota Jayapura dalam bulan April lalu, betul-betul mengusik, mengganggu kenyamanan sebagian pengusaha, pemerintah dan anggota legislatif dan kritikus kebijakan pemerintah.

Kritikus tidak mengkritik secara terbuka tetapi terdengar dalam diskusi lepas bahwa kebijakan itu demi kepentingan politik kekuasaan dan ekonomi. Pemerintah berupaya melindungi pemasok besar dan membatasi pemasok kecil yang meraja lelah di Papua. Pemasok besar sedang mengendalikan pemerintah mengamankan kepentingannya.

Upaya itu, kata para kritikus, konsekuensi dari kontribusi dalam kesuksesan pemimpin dalam merebut kekuasaan. Atau Pemasok besar ditargetkan akan dapat berkontribusi dalam pertarungan politik merebut kekuasaan pemerintahan daerah kabupaten, kota dan provinsi, menjelang pemilihan 2017 dan 2018. Atau itu realisasi hitam di atas putih pertarungan politik sebelumnya.

Penilaian kritikus macam itu ada benarnya namun lebih tepat dikatakan dugaan. Kita masih membutuhkan waktu pembuktian dugaan itu dalRasia Miras di Jayapura, Gubernur Papua, Lukas Enembe pimpin (Ist)am pemilihan kepala daerah kabupaten kota dan provinsi nanti. Kita tidak bicara dugaan tetapi kita bicara realitas. Realitas kebijakan itu lahir dari desakan rakyat. Rakyat Papua menuntut pelarangan Miras sejak tahun 2000-an.

Masa Gubernur Yacobus Salosa dan Barnabas Suebu tidak pernah meresponya. Wakil rakyat pun tidak pernah memberikan respon, kecuali menerima demontran lalu mengatakan “kita akan meneruskan”. Begitu-begitu saja hingga masa Gubernur Papua Lukas Enembe melahirkan kebijakan melarang peredaran Miras di Papua. Rakyat Papua sangat menyambut kebijakan itu, terutama yang prihatin dan peduli dengan ancaman terhadap orang asli Papua melalui minuman beralkohol.

Kebijakan yang mendapat sambutan hangat itu mendapat tantangan dari anggota legislisatif Provinsi Papua, Kota Jayapura. Penolakan Pemerintah Kota Jayapura itu lebih pada atas nama hukum dan sopan santun.

Atas nama hukum, Tan Wie Lon, Anggota Komisi I DPR Papua bidang Politik, Hukum dan HAM mempertanyakan legalitas Satgas Papeda yang turut terlibat merasia minuman beralkohol di kota Jayapura. Ia mengatakan Satgas Papeda tidak punya kewenangan legal seperti Satuan Polisi Pamong Praja, kepolisian republik, tapi hanya organisasi masyarakat (Jubi Senin 11(/4/2016).

Atas nama perkembangan ekonomi, Yan Mandenas, Ketua Fraksi Hanura DPR Papua mengatakan pemberantasan Miras bukan solusi melindunggi orang Papua. Kata dia, solusinya menjaga keseimbangan antara kebijakan melindunggi orang Papua dan memberikan kesempatan kepada investor mengembangkan ekonomi di Papua (Jubi (14/4/2016).

Atas nama hukum, Wellem Ongge, Ketua Komisi C, Bidang Perekonomian dan Keuangan DPRD Kota Jayapura meminta Pemprov Papua hentikan razia minuman. Ia menilai rasia  berdasarkan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Nomor 15 Tahun 2013 itu bertentangan dengan Peraturan Presiden RI Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pada Pasal 134, Pasal 137 dan pada Pasal 138. Kata dia, tidak hanya itu, Perdasus Miras di Papua juga bertentangan dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/4//2014 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan minuman beralkohol, serta Peraturan Menteri Pedagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/4/2014.

Atas nama hukum, sopan santun dalam budaya Asia, Rekan sekomisi, Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Jayapura H. Abdul Rajab menyebutkan, seharusnya Pemprov Papua lebih dulu melakukan sosialisasi dan pemberitahuan kepada para distributor Miras, tempat hiburan malam, hingga kios-kios kecil penjual Miras di Kota Jayapura, barulah melakukan razia.

Bukan dengan sikap arogan seperti saat ini. Paling tidak, ada batasan waktu. Apalagi Kota Jayapura juga memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2014  tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol di Kota Jayapura,” jelas Rajab sebagaimana dilangsir http.tabloidjubi.com.

Wali Kota Jayapura Benhur Tommy Mano yang turut menyetujui dan menghadiri penandatangan pakta integritas pun bereaksi. Ia mengatakan larangan dan rasia itu tidak pernah ada pemberitahuan. Rasia itu mestinya didahului pemberitahuan, sosialisasi kepada masyarakat dan pengusaha supaya tidak ada perbedaan pendapat dan merasa dirugikan.

Kata dia, minuman beralkohol khususnya yang bermerek bukan penyebab utama berbagai tindakan kekerasan dan kematian orang Papua. Orang Papua terancam karena lebih banyak konsumsi minuman yang racikan atau buatan sendiri. Misalnya, Sagero, Air Nenas dan Balo.

Atas nama kepentingan bisnis, pendapatan asli daerah, dengan bahasa yang halus, Kepala Dinas Perdagangan dan Koperasi Kota Jayapura Robert Awi mengatakan sangat mengapresiasi kebijakan Gubernur untuk menutup tempat yang menjual Miras sangat baik. Tetapi Awi menyesalkan Pemprov Papua tidak berkoordinasi ketika melakukan rasia minuman. “Karena yang punya rakyat (atau pengusaha) adalah Kota Kabupaten, ijinlah, kordinasi lah, kami juga kecewa (kehilangan pendapatan?),” tegasnya (13/4/2016).

Kepentingan Kapitalis

Komentar-komentar itu terlihat jelas sangat standar, formalitas, tidak substansial, tidak kepada kepentingan kemanusiaan. Komentar-komentar itu lebih kepada kepentingan keuntungan ekonomi. Logika ekonomi, keuntungan finansial dengan mengorbankan orang lain (rakyat) yang memilih mereka dikedepankan atas nama hukum, prosedur dan saling menghargai dalam budaya logika absurd.

Logika ekonomi mengabaikan rakyat yang bersuara menghentikan Miras. Rakyat yang menjadi korban akibat Miras. Rakyat yang merasa tidak nyaman lantaran keributan dan konflik gara-gara Miras. Kekerasan dalam rumah tangga gara-gara Miras. Orang tua kehilangan anak-anak gara-gara Miras. Janda-janda perhamburan gara-gara Miras tidak dianggap.

Anggota dewan anggap semua itu biasa saja. Pemerintah anggap semua itu harus menimpa dan terjadi dalam kehidupan masyarakat di Kota Jayapura. Mereka malah anggap peraturan basmi Miras, rasia minuman, pembatasan penjualan Miras itu sesuatu yang merugikan kehidupan pengusaha dan termasuk kehidupan mereka. Mereka merasa pendapatanya pun berkurang.

Pola pikir macam ini menjadi jelas. Mereka lebih berpihak kepada pengusaha daripada rakyat. Mereka lebih berpihak kepada yang beruang. Mereka lebih mengutamakan materi daripada kemanusiaan. Kemanusiaan dirinya pun direndahkan bersamaan dengan merendahkan kemanusiaan sesama hanya karena materi.

Sikap pemimpin, wakil rakyat yang dipilih melalui pemilihan langsung, dapat menghilangkan substansi demokrasi  yang terjadi dalam pemilihan. Rakyat yang memberikan sebagai kebebasannya dengan harapan para wakilnya itu dapat melindungi diri dan barang miliknya sirnah. Anggota dewan malah melindungi pengusaha yang mengancam kehidupan rakyat banyak, termasuk nyawa rakyat banyak.

Rakyat Harus Bersikap

Anggota dewan sudah tidak memikirkan rakyat lagi. Karena itu, rakyat pantas menentukan sikap sendiri, tidak berharap lagi kepada wakilnya. Rakyat harus mencari jalan mencabut kebebasan yang diserahkan. Rakyat harus memiih jalan lain untuk melindungi diri dan barang miliknya dari ancaman penguasa yang rakus dan munafik.

Rakyat perlu membangun kesadaran bersama, membangun musuh bersama terhadap penguasa, pengusaha yang mengancam kehidupan rakyat. Kesadaran bersama itu perlu dikonkritkan dalam satu tindakan bersama. Tindakann bersama itu memilih atau tidak memilih melalui satu proses pengamatan dan pertimbangan siapa yang dapat melindungi dan tidak.

Sikap tegas, misalkan saja, tidak lagi memilih para wakil pengusaha itu dalam pemilihan berikut. Rakyat perlu membentuk barisan sendiri, tidak mendengar lagi obral-obral omong kosong. Lebih ekstrimnya, rakyat membentuk partai pelindung rakyat, musuh penguasa yang menindas dan membunuh. Rakyat harus lawan penguasa yang menindas dan membunuh. Bisa kah?

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *