Marilah Kita Belajar dari Kasus Tolikara Demi Menciptakan Papua Tanah Damai
Begitulah tema seminar sehari tentang Kasus Tolikara pada 17 Juli 2015 lalu. Seminar yang dimotori oleh Senat Mahasiswa STFT Fajar Timur ini menghadirkan para narasumber Pdt. Dorman Wandikbo (Presiden GIDI), H. Tony Wanggai (Ketua NU), Bpk. Gustaf Awer (Advokat Hukum) dan Bpk. Bernardus Renwarin (Akademika Sosiologi). Seminar ini dipandu oleh Bpk. Abdon Bisei sebagai moderator. Dalam seminar ini juga turut diundang Kapolda Papua Irjen Pol. Paulus Waterpauw akan tetapi beliau tidak dapat hadir.
Seperti yang telah diketahui bersama bahwa kasus Tolikara adalah kasus kemanusiaan. Yang mana dalam kasus tersebut terjadi pembakaran dan penembakan hingga menelan korban. Siapakah pelakunya? Dan apa modus di balik kejadian ini? Sampai saat ini masih menjadi tanda tanya besar yang belum dapat terjawab secara pasti. Namun dalam seminar yang berlangsung di Aula St. Yosep Seminari Tinggi Interdiosesan itu secara tegas Presiden GIDI Dorman Wandikbo mengatakan bahwa peristiwa Tolikara bukan peristiwa SARA tetapi memang sudah disetting agar ada dan terjadi konflik.
“Selama ini kami hidup dalam kerukunan dan kedamaian. Umat muslim yang ada di sana, di Tolikara dengan kami sudah seperti keluarga. Namun ada pihak yang sengaja menciptakan konflik di sana. Ada iblis yang bermain di sana,” ungkap Pdt. Dorman Wandikmo.
Hal senada juga dikatakan oleh Ketua NU Papua Tonny Wanggai. Menurut Tony peristiwa Tolikara bukan peristiwa intoleransi atau berbau SARA tetapi memang sudah dikondisikan dan sepertinya disiapkan agar konflik itu terjadi.
Selain itu pula Kasus Tolikara ini juga menarik perhatian dari banyak pihak sehingga menimbulkan banyak prespektif. Hal ini dikarenakan adanya campur tangan media sosial yang menyebarkan berita, foto, atau video yang tidak benar; yang malahan justru menimbulkan banyak masalah secara khusus permasalahan antar agama. Hal ini yang amat disoroti oleh Advokat Hukum Gustaf Kawer.
“Hal yang masih mengganjal itu sampai sekarang saya masih bertanya ini adalah saat kejadian itu wartawan begitu siap di sana. Di Tolikara yang jauh dari ibu kota provinsi tapi wartawan sudah siap. Liput jelas lagi…. Yang mengganjal lagi mereka tidak shooting penembakan itu, dan korban yang meninggal, tidak ada begitu. Ini yang saya bilang kita bisa lihat prespektif di sini itu prespektifnya media konflik, bukan media perdamaian”, kata Gustaf Kawer.
Seminar yang dihadiri oleh mayoritas mahasiswa dari berbagai universitas di Jayapura dan berbagai instasi pemerhati masalah HAM di Papua ini dimulai pukul 10.15 – 14.00 WIT. Seminar ini bertujuan untuk mendapatkan informasi yang sebenarnya tentang kejadian kasus Tolikara, belajar dari pengalaman peristiwa tersebut untuk dapat menjaga dan menciptakan Papua sebagai Tanah Damai, serta mencari pemahaman yang benar tentang kasus Tolikara. Dengan begitu seminar ini pun akhirnya diharapkan dapat bermanfaat bagi semua orang.