“Tuntaskan Kasus Paniai, Presiden Joko Widodo Mana Janjimu”
Begitulah beberapa aspirasi dan suara yang tertulis di pamphlet dalam aksi diam yang digelar oleh Solidaritas Korban Pelanggaran HAM Papua di Kantor DPR Papua, Kamis (10/12). Moment Hari HAM 10 Desember ini digunakan oleh SKP HAM untuk kembali mengingatkan dan meminta kepada Negara dan para pejabatnya agar segera memproses hukum para pelaku penembakan di Paniai, 8 Desember 2014 yang menewaskan 4 pelajar SMA di Lapangan Karel Gobay, Enarotali, Kabupaten Paniai-Papua. Massa yang tergabung di dalam SKP HAM Papua melakukan aksi diam dengan titik kumpul atau start di Merpati, Lingkaran Abepura, depan Gereja Katolik Gembala Baik Abepura, Papua. Seruan, orasi dan permintaan yang dituangkan di dalam spanduk, baliho dan pamphlet meminta agar Negara dan pejabatnya serius serta berkomitmen dengan janji-janjinya.
“Kami SKP HAM Papua merasa gelisah melihat Papua dibanjiri dengan darah anak-anak yang tidak bersalah yang dilakukan oleh aparat Negara yang katanya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan demokrasi. Bahkan Presiden Joko Widodo, setelah penembakan di Paniai, 8 Desember 2014, ketika merayakan Natal di Lapangan Mandala, Jayapura Papua berjanji bahwa kasus Paniai akan dituntaskan. Janji tersebut disaksikan dan didengar oleh seluruh rakyat Papua bahkan seluruh rakyat Indonesia. Janji itu diucapkan di depan para tokoh agam dan dalam perayaan Natal yang suci dan sacral, maka kami merasa bahwa janji tersebut adalah wajib hukumnya untuk dipenuhi, jangan hanya berbicara saja omong kosong saja”, ungkap Penanggung Jawab Aksi Pastor Paul Tumayang, OFM ketika membacakan pernyataan sikap dari SKP HAM
Sudah satu tahun dua hari para pelaku penembakan di Paniai, 8 Desember 2014, belum ditangkap dan diadili. Segala bukti baik itu laporan tertulis, foto-foto maupun video telah diserahkan dan semua orang di Papua dan luar Papua telah mengetahui secara jelas siapa pelaku penembakan tersebut. Walaupun demikian Negara sepertinya tak berdaya untuk mengadilinya.
Pelbagai kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua dibiarkan dan diabaikan oleh Negara. Negara begitu lemah dan tidak mampu menuntaskannya.
“Kasus Paniai ini merupakan dari kesekian kasus yang terjadi di Papua. Kami menilai bahwa Negara tidak bertanggung jawab atas segala kejadian di Papua. Kalau Negara tidak menjawabnya maka kami tidak akan mengharapkan Negara ini dan meminta dunia internasional untuk menyelesaikannya”, kata Sekretaris Umum KNPB Ones Suhuniap.
“Negara Indonesia harus berjiwa besar untuk menerima dunia internasional datang ke Papua melihat pelanggaran HAM di Papua. Dunia internasional dalam hal ini PIF ke Papua karena Indonesia sudah tidak mampu”, ungkap perwakilan Gempar Papua Samuel Womsiwor.
Lembaga legislative atau DPR disebut sebagai perpanjangan suara rakyat. Maka sudah menjadi kewajiban bagi para anggota DPR untuk melanjutkan aspirasi dan harus berkomitmen untuk mengawalnya.
“Kami dari PMKRI (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia) cabang Jayapura dan mewakili semua teman-teman mahasiswa Katolik di mana saja berada, kami meminta dan mendesak para anggota DPR sebagai wakil rakyat agar secepatnya menindaklanjuti aspirasi kami ini. Kalau tidak kami akan turun dengan kekuatan penuh dan memalang kantor DPR ini”, ungkap Ketua Presidium PMKRI Santo Efrem Cabang Jayapura Simon P Bame.
Hal ini dipertegas oleh perwakilan Pemuda Katolik Jayapura. Pemuda Katolik berharap aksi ini adalah aksi terkahir untuk meminta penuntasan kasus Paniai.
“Kami berharap aksi ini adalah aksi yang terakhir kami lakukan untuk meminta agar pelaku penembakan di Paniai diproses hukum. Ini sudah setahun dan kami berharap tahun depan para pelakunya sudah terungkap”, kata Daniel Mahuse perwakilan dari Pemuda Katolik Jayapura.
Dukungan dari pelbagai kalangan baik itu di tingkat lokal Papua, nasional maupun dunia internasional secara moral merupakan dukungan yang jujur dan tulus untuk mengungkapkan para pelaku penembakan di Paniai, 8 Desember 2014. Hal itu seperti yang dikatakan oleh Ketua Senat Mahasiswa STFT Fajar Timur Abepura Frater Daniel Gobay, Pr, “kami datang ke tempat ini karena didorong rasa kemanusiaan sehingga kami datang dengan penampilan kami. Kami merasa berkewajiban moral untuk menyuarakan masyarakat yang tak bersuara dalam berbagai hal. Kami berharap agar kami menerima hadiah natal di tahun ini dengan penuh kebahagiaan”.
“Kami adalah ordo fransiskan. Kami tersebar di berbagai Negara di dunia ini. Kami hadir di sini (dalam aksi ini) adalah bagian dari Gereja Katolik. Kami berjuang dalam karya-karya pelayanan kami sebagai seorang pastor, frater di tanah Papua. Saya berpikir bahwa hari ini adalah hari untuk kita merenung bersama tentang hak asasi manusia yang ada di tanah ini. Kami berharap agar kita tidak saling membunuh, kita semua adalah satu, kita semua adalah saudara dan saudari. Semoga kehadiran kami di sini menyadarkan saudara-saudari yang lainnya, jelas Pimpinan OFM di Papua Pater Gonsa Saur, OFM.
Pernyataan dari SKP HAM untuk Negara dan Presiden RI Joko Widodo:
- Presiden Presiden Republik Indonesia memenuhi janjinya kepada rakyat Papua yang disampaikan pada Perayaan Natal Nasional, 27 Desember 2014 di Lapangan Mandala, Jayapura-Papua terkait menuntaskan kasus pelanggaran HAM di Paniai, 8 Desember 2014.
- Presiden RI segera memerintahkan Komnas HAM untuk mendorong KPP HAM yang sudah dibentuk melakukan proses hukum terhadap para pelaku penembakan di Paniai, 8 Desember 2014.
- Pemerintah Indonesia segera membuka ruang gerak demokrasi bagi rakyat Papua dan membuka akses media Internasional untuk masuk di tanah Papua.
- Dewan Perwakilan Rakyat Papua mengawal Tim KPP HAM yang sudah dibentuk pada 15 Oktober 2015 agar tim ini bekerja untuk mengungkap para pelaku penembakan di Paniai, 8 Desember 2014
- Dewan Perwakilan Rakyat-Papua, segera mengundang Kapolda Papua dan Pangdam Cederawasih untuk melakukan evalusi resmi atas situasi keamanan di Papua, dan menghentikan Impunitas aparat keamanan pelaku pelanggaran HAM di Papua
- Bersama ini kami Sejumlah Elemen-elemen yang tergabung dalam SKP HAM Papua, menyatukan hati, budi, dan fisik kami untuk berjuang memenuhi rasa keadilan bagi korban dan keluarga korban di Enarotali, Paniai-Papua.