Oleh: John NR Gobai
Pengantar
Potensi Pertambangan di Wilayah Nabire dan Paniai, kadang menjadi barang jualan dari pihak-pihak tertentu yang merasa diri berkuasa, baik itu tokoh masyarakat dan masyarakat yang bukan mempunyai hak ulayat, Oknum Pejabat baik di Provinsi maupun di Kabupaten. Pemerintah dengan mudahnya mengeluarkan Ijin lengkap dengan koordinat, buktinya beberapa IUP kadang petanya masuk, areal IUP-nya orang lain, juga di areal transmigrasi bahkan masuk di pemukiman warga. Satu areal bisa terdapat beberapa IUP baik dari Provinsi maupun Kabupaten. Pemberian Ijin dengan birokrasi yang tidak etis, ini yang penulis sebutkan sebagai BARANG JUALAN. Pemberian ijin yang tidak benar oleh birokrasi dan pengkaplingannya tidak wajar, maka bukan tidak mungkin, diduga kuat ada praktek jual beli.
Provinsi dan Kabupaten saling klaim dan Tuding
Selama ini pihak Provinsi dan Kabupaten sebagai pihak yang berkuasa mengeluarkan ijin. Akibat standar ganda pengelolaan pemerintahan di Papua yaitu; UU Otsus dan UU Otda/ Pemerintahan Daerah, yang lebih konyol lagi pemberian ijin juga kadang dilakukan dengan tidak wajar, tanda tangannya di-scan, capnya beda bentuknya antara satu surat dengan surat lainnya, walaupun penandatangannya orang yang sama, kadang IUP-nya yang ada hanya salinan yang hanya ditandatangani Kabag Hukum atau Kepala Biro Hukum. Inilah kenyataan suramnya wajah administrasi investasi kita, kenyataan ini pula yang saya duga, potensi alam kita dijadikan BARANG JUALAN seperti KUE yang dijual kepada para investor. Saya sungguh kaget melihat sebuah peta sebagian besar wilayah di Nabire, Paniai dan sekitarnya ditetapkan menjadi wilayah IUP Eksplorasi bagi PT. Madinah Qurataain dan PT. Benliz Pasific pada tahun 2013 dan tahun 2016, padahal kita ketahui ada juga IUP yang dikeluarkan oleh Para Bupati, walaupun ada yang masih aktif dan ada juga yang sudah tidak aktif, yang sudah tidak aktif aturannya harus dicabut oleh Pemberi Ijin atau yang belum kerja selama 6 (enam) bulan sejak mendapat ijin harusnya sudah ditegur, jika tidak ditaati maka, ijinnya harus dicabut. Seperti; CV. Computer, PT. Salomo Mining, PT. Madinah Quratain, PT. Gunung Perkasa, PT. Pasific Mining Jaya, PT. Benliz Pasific, dll. Dari data yang kami miliki, mereka ini juga telah menunggak Pajak, Penerimaan Nasional Bukan Pajak (PNBP), anehnya malah diperbaharui IUP-nya dan SK-nya lalu diajukan ke Dirjen Minerba Kemen ESDM oleh Dinas ESDM Papua. Fenomena lain adalah ada juga Pemegang IUP atau Perusahaan atau pendulang di Wilayah ini, yang masih aktif bekerja, tetapi kalau tidak membina hubungan baik atau mempunyai masalah pribadi atau mungkin juga alasan lain, tidak dibina atau diberikan pengawasan tetapi terus menjadi sasaran pembusukan atau dianggap illegal oleh Pejabat Pemerintah baik itu Kabupaten maupun Pemerintah Provinsi Papua melalui Dinas ESDM Papua. Padahal lokasi pendulangan itu dikerjakan oleh anak-anak Papua, ada juga beberapa anak papua yang mempunyai ijin disana, dan keberadaan kegiatan ini telah menjadi sumber penghidupan masyarakat tetapi belum diformalkan sehingga dapat menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD). Contohnya adalah; Pendulang di Topo, Degeuwo, Paniai, Mosairo, Nabire, PT.TAP,dan semua ijin di wilayah Nabire dan Paniai.
Kesimpulan dan Saran
Dinas ESDM Papua jangan dengan UU No 23 Tahun 2014 merasa berkuasa dan memvonis Ilegal kepada kegiatan yang ada di daerah, dan menyampaikan kepada semua pihak bahwa semua kegiatan di Nabire dan Paniai adalah Ilegal, kecuali Ijin dari Provinisi. Kalau mau jujur Dinas ESDM Papua juga tidak melaksanakan kewajibannya melakukan pengawasan kepada Pemegang IUP,dan tidak tegas kepada pemegang IUP yang tidak bekerja, yang harusnya diberikan sanksi atau dicabut ijinnya. tetapi lebih senang duduk dikantor, dan terus memperpanjang IUP, Ini Konspirasi Apa? Langkah yang perlu dilakukan oleh Gubernur Papua, Kapolda Papua dan Pangdam adalah bukan tindakan hukum tetapi Penataan kembali dan memberikan ruang kelola yang pertama dan terutama kepada anak Papua yang ada disana, bukannya mengatakan ini legal dan itu Ilegal, karena Peraturan perundang-undangan dibuat pemerintah adalah untuk melindungi dan melayani rakyat semuanya bukan rakyat tertentu, UU OTSUS ada untuk pemerintah Provinsi Papua dan Pemkab untuk melayani orang Papua bukan Investor. Akhirnya saya mau katakan Potensi Pertambangan bukan BARANG JUALAN kepada Investor yang asing bagi pemilik tanah, tetapi harus menjadi berkat bagi ORANG PAPUA dan haruslah dikerjakan mayoritas oleh Orang Papua, agar mereka mandiri sejahtera untuk memasuki peradaban baru.