“Jadi aksi kami ini adalah untuk menyadarkan kepada masyarakat semuanya bahwa masih terjadi pelanggaran HAM di Papua”
Begitulah kata-kata yang disampaikan oleh Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Sekolah Tinggi Filsafat dan Theologi Fajar Timur (STFT F) Fr. Yohanes Kayame, Pr, di Abepura, Kota Jayapura, Senin, 10 Desember 2018. Pihak BEM STFT FT mengadakan aki diam ini sebagai ungkapan akan keprihatinan terhadap segala persoalan HAM di Papua yang belum diselesaikan oleh Negara Indonesia.
Terlihat di dalam beberapa poster dan spanduk yang dibawakan berisi tentang ajakan untuk menyelesaikan persoalan HAM di Papua dan desakan dari pihak BEM STFT Fajar Timur. Persoalan HAM seperti Kasus Wamena, Wasior, Byak, Paniai serta eksploitasi sumber daya alam Papua menjadi pesan-pesan krusial yang disampaikan dalam poster dan spanduk.
“Kalau persoalan ini tidak diselesaikan berarti merugikan masyarakat asli Papua”, ungkap Ketua BEM STFT Fajar Timur Fr. Yohanes Kayame, Pr.
Hal senada juga disampaikan oleh Anggota DPR Papua John Gobay yang hadir pada aksi tersebut. Menurut John, aksi diam ini dilakukan karena mereka (mahasiswa) sudah terus dan berulang kali berbicara. Orang-orang di Papua sudah bosan untuk mendesak.
“Mereka diam karena sudah lama berbicara tentang persoalan pelanggaran HAM di Papua. Aksi ini minta keseriusan dari Negara untuk selesaikan pelanggaran HAM di Papua. Sebaiknya untuk indepensi dan tidak saling menyalahkan sebaiknya kita meminta Komisi Tinggi HAM PBB untuk membantu negara menyelesaikan persoalan HAM di Tanah Papua”, jelas John Gobay ketika ikut menyaksikan aksi diam BEM STFT FT tersebut.
Dalam perayaan sama, di Tanah Papua digelar aksi damai di beberapa tempat yakni di Sorong Raya, Merauke, Timika dan Jayapura. Aksi diam ini dimotori oleh Komite Nasional Papua Barat (KNPB). Namun aksi ini dibubarkan secara paksa oleh pihak aparat keamanan. Menurut laporan KNPB yang disampaikan oleh Jubir KNPB Ones Suhuniap bahwa aksi mereka dihadang oleh pihak militer. Bahkan ratusan masa aksi ditangkap oleh pihak kepolisian.
“Negara yang mengakui dirinya sebagai negara demokrasi tetapi tidak menjalankan amanah itu. Ruang ekspresi dan menyampaikan pendapat ditekan oleh negara Indonesia. Padahal kami merayakan hari HAM yang juga dirayakan di seluruh dunia. Gabungan militer (TNI dan Polri) menghadang aksi damai kami. Mereka bersenjatakan lengkap”, jelas Ones dalam laporannya.
Pada aksi diam BEM STFT FT, beberapa point yang disampaikan sebagai pernyataan sikap dan tuntutannya, antara lain:
- Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM di Tanah Papua: Paniai (8 Desember 2014), Biak Berdarah (6 Juli 1998), Wamena Berdarah (tahun 2000) dan Wasior Berdarah (tahun 2001)
- Hentikan segala kekerasan dan pembunuhan di Tanah Papua
- Negara dan Investor menghargai hak-hak masyarakat adat Papua
- Pemerintah Bertanggung jawab terhadap Pemerataan Akses Pelayanan Kesehatan dan Pendidikan di Tanah Papua
- Stop Militerisme di Papua