Catatan hari pertama Sidang Dewan HAM dan Training Human Rights di Genewa, Swiss, 14 September 2020
Oleh Pater Alexandro Rangga, OFM
To Know
Fransiscan Internasional (FI) merupakan suatu Non Government Organisation (NGO) yang mempunyai hak untuk bersuara di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Anggota FI terdiri dari dan membantu keluarga fransiskan pada khususnya dan NGO lainnya yang tersebar di seluruh dunia, yang ingin agar advokasi kerja-kerja kemanusiaan mereka bisa didengar dan syukur-syukur jika sampai pada resolusi hingga level internasional. Salah satunya ialah Sekretariat Keadilan, Perdamaian dan Keadilan Fransiskan Papua (SKPKC FP). Kerja sama tahun ini berupa penguatan capacity building. Capacity Building SKPKC FP dalam bentuk global training ini diselenggarakan oleh Geneva for Human Rights-Global Training, yang berlangsung sejak 14-25 September 2020 di Geneva. Global training ini berlangsung dalam dua sesi setiap hari yakni sesi pagi dan sore. Pada pagi hari berupa materi-materi penunjang dan sore hari mengikuti sidang Dewan Hak Asasi Manusia di gedung PBB (United Nations) atau sebaliknya jika mengikuti sidang dewan HAM di pagi hari, maka pada sorenya berupa evaluasi dan catatan atas sidang tersebut.
To Understand
Ketika anda memasuki Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations, seterusnya disingkat PBB) di Genewa, Swiss, akan muncul kesadaran bahwa ada begitu banyak pekerjaan dan kepentingan yang diperjuangkan maupun disingkirkan di tempat ini.
Kesan awal ini diperkuat oleh dinamika Sesi Sidang Dewan Hak Asasi Manusia ke 45 yang dimulai PKL 10.00 waktu Genewa, 14 September 2020 di Assembly Hall, kantor PBB. Di hadapan persoalan Hak Asasi Manusia, misalnya persoalan HAM di Belarusia, tidak semua negara mengatakan “ya” agar persoalan HAM di negara tersebut mesti diproses lebih lanjut. Banyak yang memilih “abstain,” yang lain mengatakan “tidak”. Meskipun hasil akhir voting dimenangkan oleh “ya”, jawaban ya, tidak dan abstain bukanlah suatu jawaban sederhana tetapi jawaban yang dipenuhi oleh kepentingan setiap negara yang ikut dalam Sidang Dewan HAM PBB, yang diwakili oleh para duta besar/diplomat untuk United Nations.
Adrien Zoller, President Geneva for Human Rights-Global Training, dalam penjelasannya mengatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman tentang Hak Asasi Manusia tidaklah cukup karena setiap negara mempunyai kepentingannya baik itu kedaulatan negara yang bersangkutan maupurn kepentingan kerja sama bilateral dan multilateral. Setiap duta besar atau diplomat akan berusaha keras untuk mencegah agenda-agenda tertentu menjadi Resolusi PBB. Resolusi PBB ini mempunyai pengaruh yang sangat besar seperti terjadi dalam kasus Yugoslavia ataupun Timor Leste. Inilah yang mestinya dipahami bahwa advokasi di level internasional bukan persoalan mudah tetapi harus melalui jalan panjang dan bahkan berputar-putar. Jalan yang panjang dan berputar-putar ini akan dibahas besok (15 September 2020). Dan Ini sering terjadi bukan hanya tentang Papua, tetapi juga berkaitan dengan semua agenda HAM dari tempat lain yang dibawa ke Sidang Dewan HAM PBB.
To Act
Dengan pengetahuan dan pemahaman di atas, bagaimana bertindak, terutama pada tingkatan lokal dan nasional? Tindakan yang perlu dilakukan ialah membangun link dalam setiap usaha untuk mempromosikan dan memajukan Hak Asasi Manusia (HAM). Link pada tingkatan lokal, nasional hingga internasional yang berbasis data terutama data-data HAM. Link ini bisa macam-macam bentuknya seperti koalisi, working grup, join agendas, dll. Adrien Zoller mengingatkan bahwa jika anda tidak mempunyai link, terutama ke PBB, agenda HAM (Papua) akan dilupakan dan tersimpan rapi di lemari arsip. Apa efek dari terlupakan dan diarsipkan akan kita lihat pada hari-hari selanjutnya (terutama berkaitan dengan pengakuan dari negara lain). Link ini sangatlah penting karena masalah utama bukanlah absennya pengetahuan dan pemahaman akan Hak Asasi Manusia (HAM) tetapi finansial issues (juga akan dibahas pada hari-hari selanjutnya).
Bersambung…..