Oleh: Petrus Supardi
Di bangku perkualihan, di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Fajar Timur, Abepura, kami memiliki dosen-dosen andalan. Salah satunya, Almahrum Bapak Agus Alue Alua. Beliau seorang ekseget, ahli tafsir Kitab Suci. Dalam perkuliahan, beliau selalu tekankan konteks. “Apa pun yang kalian lakukan harus kena konteks, bukan kena kosong.” Kita hidup dalam konteks budaya, adat, situasi sosial, politik. Seluruh gerak hidup kita sangat dipengaruhi oleh konteks tempat dimana kita hidup.
Pada tanggal 5 Januari 2021, bertempat di Wisma Keuskupan Agung Merauke, Mgr. P.C Mandagi, MSC menandatangi MoU bersama PT Tunas Sawa Erma (PT TSE) untuk pembangunan Seminari Menengah Pastor Bonus Merauke. Nilainya, 2,4 miliar, diberikan dalam tiga tahap. Selain itu, dana operasional 20 juta per bulan. Sembari menerima dana tersebut, Uskup Mandagi berpesan supaya PT TSE menjaga kelestarian, kelangaungan lingkungan. Jangan merusak hutan.
Sebuah permintaan absurd, tak masuk akal, menerima uang dari perusahaan yang selama ini merusak hutan alam Papua dengan perkebunan kelapa sawit, lalu pura-pura meminta perusahaan menjaga hutan alam. Pernyataan ini mempertontonkan sikap dan tindakan tidak berpihak pada orang Papua, warga Gereja yang telah kehilangan ribuan hektar dusun, hutan alam tempat mengambil makanan! Sandiwara yang tak layak dipertontonkan di hadapan publik di tanah Papua, khususnya di wilayah Selatan Papua.
Pilihan sikap dan tindakan Uskup Mandagi melakukan MoU dengan PT TSE, jauh dari konteks hidup orang Papua. Sebuah pilihan sikap yang TIDAK berpihak pada penderitaan orang Papua. Pilihan yang menambah luka bagi orang Papua. Mengingat Seminari Menengah Pastor Bonus adalah tempat mendidik calon imam Katolik, maka MoU ini mesti DIBATALKAN demi nilai edukasi bagi para calon imam tapi juga umat Katolik Keuskupan Agung Merauke, khususnya orang Papua yang telah kehilangan hak ulayatnya. Umat Katolik masih bisa sumbang untuk bangun Seminari Pastor Bonus. Umat punya tanggung jawab, BUKAN perusahaan yang telah merusak hutan alam Papua ini.
Bagaimana Anda mendirikan Seminari, pusat pendidikan bagi calon pemimpin Gereja masa depan dengan berkolaborasi dengan perusahaan yang merusak hutan alam Papua? Ingat pesan Santo Fransiskus Asisi. “Anda hanya bisa khotbah, katakan yang Anda lakukan. Selebihnya, tipu!” Bagaimana Anda bicara keberpihakan kepada orang kecil, miskin dan tertindas sambil bersekutu dengan perusahaan perusak hutan alam Papua?
Demi rasa keadilan dan pilihan sikap Gereja Katolik, maka Uskup Keuskupan Agung Merauke, Mgr. P.C Mandagi MSC harus BATALKAN MoU dengan PT Tunas Sawa Erma.