Kisah Pendidikan Dasar (SD) Katolik di Paroki St. Maria Bunda Allah Yuam Yuruf
Sekolah Dasar (SD) Yayasan Pendidikan dan Persekolahan Katolik (YPPK) Amgotro Yuruf merupakan satu-satunya sekolah dasar yang dimiliki oleh YPPK di Distrik Yaffi, Kampung Yuruf. Perjalanan ke SD YPPK Yuruf jika ditempuh dari Ibukota Kabupaten Keerom sekitar lima jam dengan kendaraan mobil. Akses jalan ke Kampung Yuruf atau ke SD YPPK Yuruf sangat bisa diakses dengan kendaraan baik itu mobil maupun dengan motor. Para murid yang bersekolah di sini berasal dari kampung-kampung di sekitarnya seperti Amgotro, Ningingfai, Akarinda. Jarak tempuh anak-anak ke sekolah cukup jauh. Bagi anak-anak yang mempunyai kendaraan motor, bisa lebih cepat ke sekolah. Kebanyakan anak-anak juga memilih tinggal bersama keluarganya yang ada di Kampung Yuruf. Sekolah Dasar YPPK Yuruf memiliki kelas jauh yakni SD YPPK Akarinda.
Sekolah Dasar YPPK Ubrub yang berada di pusat Distrik Web, Kabupaten Keerom merupakan salah satu sekolah dasar milik YPPK Keerom. Jarak tempuh dari Ibukota Kabupaten Keerom ke SD ini sekitar 6 jam dengan kendaraan mobil atau motor atau sekitar 1 jam dari Kampung Yuruf, Distrik Yaffi. Selain SD YPPK Ubrub di Kampung Umuaf, SD milik YPPK juga terletak di Kampung Yambrab (SD YPPK Embi Yambrab Satu), Kampung Akarinda Semografi (SD YPPK Akarinda Semografi).
Selama satu minggu satu hari, kami (Tim Sekretariat Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan Fransiskan Papua/SKPKC FP) berada di sana. Keberadaan kami di sana merupakan rencana yang sudah kami siapkan bersama dengan kedua pastor paroki yang bertugas di sana yakni Pastor Paroki St. Maria Bunda Allah Yuam, P. Heribertus Lobya, OSA dan Pastor Paroki St. Bonifasius Ubrub, P. Gabriel Pangan Dorisara, OSA. Dalam kurun waktu tersebut, kami mencoba mengkunjungi, bercerita dan melihat sendiri proses atau aktivitas belajar mengajar di SD YPPK Yuruf dan kelas jauhnya SD YPPK Akarinda serta SD YPPK Ubrub. Kami bercerita dengan Kepala Sekolah SD YPPK Yuruf Bapak Vinsen Uropkulin, Kepala Sekolah SD YPPK Ubrub Bapak Didimus Tuu, kedua pastor paroki (Yuruf dan Ubrub), Kepala Sekolah TK YPPK Yuruf Br. Wempi Yansoni, OSA, para guru di dua sekolah tersebut dan tokoh masyarakat dari dua SD YPPK berada. Kisah selama satu minggu 1 hari tersebut, dikisahkan sebagai berikut.
Perjalanan Ke Yuruf dan Ubrub
Sabtu, 16 Oktober 2021, kami dari Kantor Sekretariat Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan Fransiskan Papua (SKPKC FP) bergerak menuju Distrik Web dan Kabupaten Keerom, Papua. Kami menempuh perjalanan kami dari Jayapura ke Distrik selama kurang lebih 5 jam. Perjalanan cukup melelahkan tetapi sangat memuaskan karena kami ditemani hawa udara yang sejuk dan bersih. Ketika memasuki wilayah pelayanan Paroki St. Maria Bunda Allah Yuam Yuruf, perjalanan kami terhenti di beberapa kampung. Maklumlah sopir yang membawa kami adalah Pater Heri Lobya, OSA, yang adalah Pastor Paroki St. Maria Bunda Allah Yuam Yuruf. Pater Heri harus berhenti dan bercerita dengan umatnya. Bercerita tentang rencana dan agenda parokinya. Setibanya di Pastoran Paroki Yuruf, kami sempat bercerita dengan beberapa umat di sana. Pada kesempatan itu juga kami memperkenalkan diri dan menjelaskan kedatangan kami.
Minggu, 17 Oktober 2021, bersama dengan umat di Paroki St. Maria Bunda Allah Yuam Yuruf, kami merayakan Perayaan Ekaristi bersama. Pada hari itu juga, kami bertemu dengan Kepala Sekolah SD YPPK Amgotro Yuruf. Pertemuan ini bertujuan menjelaskan maksud kedatangan kami untuk mengunjungi sekolah SD YPPK Amgotro Yuruf dan Kelas Jauhnya SD YPPK Akarinda. Dalam kunjungan ini kami bercerita tentang perjuangan untuk pendidikan di Yuruf dan Ubrub. Cerita pergumulan dan pengamatan langsung kami ini, direkam dalam lensa kamera untuk menjadi sebuah dokumentasi video.
Dari Yuruf ke Akarinda
Senin, 18 Oktober 2021, Tim SKPKC FP (Bernard Koten dan Yosep Levi) dan Pastor Paroki St. Maria Bunda Allah Yuam Yuruf, P. Heri Lobya, OSA, bergerak menuju Kampung Akarinda. Perjalanan ke Akarida, kami tempuh dengan berjalan kaki selama 7 Jam bagi kami yang masih pemula (Bernard dan Yosep). Menurut cerita Pater Heri Lobya, OSA, masyarakat biasanya menempuh perjalanan kaki selama 3-4 Jam dari Yuruf ke Akarinda ataupun sebaliknya. Kalau dengan kendaraan motor ditempuh sekitar 1.40 Menit. Sedangkan dengan kendaraan mobil sekitar 1.20 menit. Akses jalannya baru dibuka sehingga belum ada pengaspalan yang baik.
“Masyarakat dorang biasanya jalan kaki cepat. Mereka jalan 3-4 Jam saja. Saya pertama-tama juga lama tetapi sekarang sudah terbiasa jadi saya juga ikut seperti masyarakat”,jelas Pater Heri Lobya, ketika kami di dalam perjalanan ke Akarinda.
Kampung Akarinda cukup jauh menurut kami yang masih pemula berjalan kaki ke kampung tersebut. Namun kampung yang berada di tengah hutan itu menyimpan banyak kisah perjuangan dari para penghuninya. Tentunya perjuangan menuju sebuah hidup yang lebih baik dan bermartabat.
Sebuah sekolah dengan tiga kelas berjejer berada di pinggir jalan. Di tiga ruang kelas ini hampir setiap hari proses belajar terjadi. Kelas SD YPPK Akarinda ini merupakan kelas jauh dari SD YPPK Amgotro Yuruf. Kelas jauh karena di SD Akarinda batas sekolahnya sampai pada kelas 3 SD. Untuk melanjutkan ke kelas 4-6 SD, para murid harus bermigrasi ke SD YPPK Yuruf Amgotro yang adalah sekolah induknya.
Perjalanan kami yang sangat capeh dibayar dengan manis oleh senyum warga Akarinda yang menyambut kehadiran kami. Senyum manis anak-anak kecil dan orang tua menambah kesejukan bagi kami yang panas di dalam perjalanan. Setelah asik berbincang, kami disambut dengan makan siang bersama. Sore dan malamnya kami beribadah bersama, beribadah Rosario yang dipimpin oleh Pater Heri Lobya, OSA. Kebetulan pada saat itu juga anak dari Ardilaus (salah satu guru YPPK Akarinda) merayakan hari lahirnya. Sehingga doanya disatukan dengan perayaan syukur ini.
Selasa, 19 Oktober 2021, kami bersama bercerita bersama dua guru honor, Moses Ballia dan Ardilaus Orambe. Cerita mereka sangat menarik tentang perjuangan mereka dan kampung Akarinda untuk memajukan pendidikan anak-anak di kampung tersebut. Kegiatan belajar mengajar pada hari itu cukup terganggu dengan kehadiran kami yang ingin bercerita dengan kedua guru dan anak murid di tiga kelas tersebut. Mari kita mulai dengan cerita bersama Pak Guru Moses Ballia
“Nama saya Moses Ballia. Saya hanya tamatan SMA saja. Saya mulai bertugas atau mengajar di SD ini sejak tahun 2014 sampai saat ini 2021. Anggaplah saya sudah 7 tahun mengajar di sini,ungkap Pak Moses memulai percakapan dengan memperkenalkan dirinya.
“Mengapa Pak guru memilih mengajar di sini?”,lanjut kami bertanya.
“Kami yang mengajar di sini, saya dan Ardilaus, peduli dengan generasi kami untuk masa depannya. Selama ini kami mengajar dengan situasi dan kondisi yang ada. Kami tidak perlu mengeluh terlalu berlebihan. Intinya kami rela berkorban untuk generasi kami ke depan”,jawab Pak Guru Moses.
“Anak-anak yang sekolah di sini dari kampung mana saja?”, tanya kami ke Pak Moses.
“Yang sekolah di sini anak-anak dari dua kampung saja. Kampung atau Dusun Nindefai dan Akarinda. Nindefai masuk daerah Papua New Guinea (PNG), sedangkan Akarinda wilayah Keerom, Indonesia,”jawab Pak Moses.
“Selama pak guru mengajar dari tahun 2014 sampai 2021 ini, apakah sekolah ini pernah dapat kunjungan dari YPPK atau Dinas Pendidikan Keerom?,tanya kami ke Pak Moses.
“Kalau dari Yayasan dan Dinas belum pernah, kalau dari Kepsek (Kepala Sekolah Induk) seringkali kami mendapatkan kunjungan,”jawab Pak Moses.
Karena Pak Moses harus mengontrol anak-anak muridnya, bergantian dengan Pak guru Ardilaus Orambe, pembicaraan kami terhenti dan dilanjutkan bercerita dengan Pak Ardilaus.
“Saya juga tamatan SMA. Kelas 1-2 saya sekolah di SMA Vilanova Manokwari. Karena kondisi saya sakit saya kembali ke kampung dan melanjutkan SMA di Arso sini”,Pak Ardilaus membuka cerita kami.
“Mengapa Pak Guru ingin kembali ke kampung untuk mengajar di sini?”,tanya kami kepada Pak Ardilaus.
“Saya memilih di kampung saya, karena melihat kondisi ade-ade mereka. Mereka juga perlu dan butuh ilmu. Mereka perlu dan harus bisa membaca, menulis dan menghitung. Makanya kami dua di sini (saya dan Moses), berusaha mengajarkan agar ade-ade kami ini bisa membaca, menulis dan menghitung,”lanjut Pak Ardilaus.
Masih banyak hal yang dikisahkan oleh kedua guru ini. Setelah bercerita dengan kedua guru ini, kami memilih untuk bersama kedua guru ini di ruang kelasnya. Kami ingin melihat secara langsung bagaimana mereka berdua berusaha mengajar dengan gaya mereka. Mereka berusaha agar anak muridnya bisa membaca dan menulis. Di sisi yang lain, ruang kelas yang mereka gunakan saat ini terlihat cukup memprihatinkan. Terlihat meja dan kursi yang mulai rusak, jendela ruang kelas yang sudah rusak, plafon (langit-langit) ruangan kelas yang rusak dan masih banyak keterbatasan yang melekat pada tiga bangunan ruang kelas tersebut.
Persoalan pendidikan di Kampung Akarinda ini bukan saja menjadi tanggung jawab dari kedua guru, tetapi semua masyarakat di Kampung Akarinda, termasuk Pastor Paroki St. Maria Bunda Allah Yuruf. Saat ini Paroki St. Maria Bunda Allah Yuruf dinakodai oleh Pater Heribertus Lobya, OSA. Sudah hampir 3 tahun ini Pater Heri menjalani pelayanan sebagai seorang pastor paroki. Selain melayani sakramen bagi para umatnya, Pater Heri juga memberikan perhatiannya pada pendidikan di Parokinya seperti rekan pastornya Pater Gabriel Pangan, OSA di Paroki St. Bonifasius Ubrub.
“Kunjungan ke Kombas (komunitas basis) dan stasi yang jauh-jauh biasanya dilakukan sebulan sekali, tetapi kalau ada waktu bisa beberapa kali dalam bulan itu ke Kombas atau stasi yang jauh itu. Kalau ke Kombas atau stasi, selain pelayanan sakramen seperti ibadah, pembinaan sakramen, saya juga melakukan kunjungan kepada orang sakit. Kami juga memantau keadaan sekolah, pendidikan secara khusus. Karena anak yang ada di paroki kami adalah kebanyakan anak asli sehingga wajib bagi kami untuk melihat dan mengecheck situasi atau keadaan pendidikan mereka. Beberapa tempat pendidikan berjalan baik, anak-anak rajin dan guru-guru rajin seperti di Kampung Akarinda ini. Tetapi kondisi sekolah secara fisik sangat memprihatinkan sehingga saya sangat mengharapkan pihak YPPK khususnya di Kabupaten Keerom bisa memperhatikan hal ini dan juga dari Dinas Pendidikan. Dan harapan ke depannya bisa ada perhatian dari pihak Dinas Pendidikan Keerom”,cerita Pater Heri OSA tentang pelayanan pastoralnya di Paroki Yuruf.
Mendidik bukan pekerjaan tetapi pelayanan dari hati
Kisah perjuangan pendidikan oleh Suku Drah, di Kampung Akarinda, Distrik Yafi, Kabupaten Keerom, Provinsi Papua merupakan salah satu potret perjuangan pendidikan di daerah pedalaman di Tanah Papua. Cerita dua guru muda berijazah SMA merupakan kisah bahwa masyarakat di Pedalaman Papua merindukan pendidikan yang baik dan benar. Harapan untuk bisa 3 M (membaca, menulis dan menghitung) menjadi harapan yang sangat sederhana namun penuh dengan kesabaran dan ketekunan dari para gurunya. Pak guru Moses Ballia dan Ardialus Orambe menjadi harapan baru bagi anak-anak di Kampung Akarinda untuk mengapai cita-cita dan harapan mereka.
“Kami tidak perlu mengeluh terlalu berlebihan. Intinya kami rela berkorban untuk generasi kami ke depan,” ungkap Bapak Moses Ballia.
“Saya memilih di kampung saya, karena melihat kondisi ade-ade mereka. Mereka juga perlu dan butuh ilmu. Mereka perlu dan harus bisa membaca, menulis dan menghitung. Makanya kami dua di sini (saya dan Moses), berusaha mengajarkan agar ade-ade kami ini bisa membaca, menulis dan menghitung,” ungkap Bapak Ardilaus Orambe
Ungkapan hati kedua guru berijazah SMA, Bapak Moses Ballia dan Bapak Ardilaus Orambe adalah ungkapan kesetiaan. Kekurangan yang mereka alami dan rasakan tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk terus berbagi ilmu 3 M yang mereka miliki kepada generasi Akarinda yang juga akan menjadi generasi penerus di Distrik Yafi, di Kabupaten Keerom dan Provinsi Papua.