Pendahuluan
Pernyataan dan sikap Uskup Agung Merauke Mgr. Petrus Canisius Mandagi dalam beberapa tahun belakanagan ini sangat jauh dari misi Ajaran Kristen Katolik di Wilayah Masyarakat Adat di seluruh Dunia. Uskup Mandagi menunjukan sikap yang tanpa malu-malu menerima Uang Miliaran Rupiah dari Perusahaan Sawit yang telah merampas tanah adat, hutan dan merusak ekosistemnya di atas wilayah Masyarakat Adat Papua yang beragama Kristen Katolik.
Uskup Agung Merauke Mgr. Petrus Mandagi menyebutkan Proyek Strategis Nasional yang digagas oleh Negara Indonesia adalah untuk memanusiakan manusia padahal dengan jelas Keuskupan Agung Merauke yang merupakan basis Agama Katolik pertama di Wilayah Adat Papua mengetahui dengan pasti bahwa masyarakat Adat Papua bagian selatan tidak memiliki budaya mengerjakan sawah dan tebu.
Anehnya lagi Uskup Agung Merauke Mgr. Mandagi tidak bertemu dengan masyarakat adat Merauke yang mengadu persoalan hak ulayatnya dirampas. Uskup Mandagi lebih memilih membuka pintu Kantor Keuskupan Agung Merauke kepada Militer Indonesia yang dipercayakan menjalankan Proyek Strategis Nasional (PSN). di Merauke. Semua itu menunjukan bahwa kehadiran mantan Uskup Amboina tersebut memiliki misi terselubung untuk memuluskan pelanggaran Hak Asasi Masyarakat Adat Papua bagian selatan yang mayoritas umat Katolik Papua.
Uskup Mandagi Tidak Mengenal Budaya Umatnya.
Pada dasarnya dalam memenuhi kebutuan pokok baik sandan, pangan dan papan dalam Masyarakat Adat Marind dilakukan dengan cara berburu dan meramu hasil hutan dalam wilayah adat marga masing-masing yang berada dalam Wilayah Adat Marind. Aktifitas berburuh dan meramu telah menjadi bagian dari budaya Masyarakat adat Marind yang dilakukan secara turun temurun atau sejak dahulu hingga saat ini. Dalam melakukan aktifitas budaya tersebut orang Marind juga dibatasi dengan pandangan adat yang diyakininya terkait adanya tumbuhan dan hewan maupun benda mati yang menjadi satu kesatuan dalam kehidupan mereka sehingga Masyarakat adat Marid tidak mengambil tumbuh-tumbuhan, hewan serta mahluk hidup lainnya dan benda mati secara sembarangan dari wilayah adatnya.
Fakta itu telah mampu membentuk kehidupan yang harmonis antara Masyarakat adat Marind dengan alam raya Karya Ilahi di atas wilayahnya. Wilayah yang memberikan kehidupan bagi Masyarakat Adat Marind di Merauke, kehidupan sampai saat ini.
Melalui pernyataan Uskup Agung Merauke terkait PSN yang berbunyi ‘memanusiakan manusia Papua di Merauke’ menunjukan bukti bahwa Uskup Agung Merauke Mgr. Petrus Canisius Mandagi tidak mengenal dan memahami manusia dan budaya umat Katolik Keuskupan Agung Merauke. Uskup Mandagi tidak mengenal secara baik budaya dan manusia asli Papua karena pengalaman misionarisnya berputar di Manado dan wilayah Keuskupan Ambonia. Dia baru memulai pelayananya di Papua ketika diangkat menjadi Uskup Keuskupan Agung Merauke.
Pernyataan Uskup Agung Merauke Mgr. Petrus Canisius Mandagi yang sangat kontroversial ini sebenarnya memiliki muatan penghinaan atas budaya berburu dan meramu serta merendahkan orang Papua karena telah mampu memenuhi kebutuhan hidup secara tradisional yang sudah dilakukan turun temurun jauh sebelum agama dan pemerintah masuk di wilayah adat Papua hingga saat ini.
Atas dasar itu, sebaiknya Uskup Agung Merauke Mgr. Petrus Canisius Mandagi meminta maaf kepada umat Katoolik Keuskupan Merauke yang wilayah adatnya, lahan untuk berburu dan meramu terdampak PSN.
Uskup Mandagi Lupa Teori Inkulturasi
Pandangan Uskup Agung Merauke terhadap hadirnya Proyek Strategis Nasional di Merauke beberapa waktu lalu tentunya sangat bertentangan dengan teori Inkulturasi yang biasanya dijadikan metode praktis dalam penyebaran agama Katolik di dunia termasuk di Papua. Untuk diketahui bahwa Inkulturasi adalah sebuah istilah yang digunakan di dalam paham Kristiani, terutama dalam Gereja Katolik Roma, yang merujuk pada adaptasi dari ajaran-ajaran Gereja pada saat diajukan pada kebudayaan-kebudayaan non-Kristiani, dan untuk memengaruhi kebudayaan-kebudayaan tersebut pada evolusi ajaran-ajaran gereja. Pada prakteknya menggunakan teori Inkulturasi dalam penyebaran agama Katolik pertama kalinya di atas daratan Papua bagian Selatan khususnya di wilayah Adat Animha telah mempu mendudukan Orang Marind menggunakan busana adat duduk di dalam Gereja Katolik dan meninggalkan budaya Perang Suku atau Perang Marga dan bahkan meninggalkan kepercayaan leluhur begitupula Masyarakat Adat Papua lainnya di Papua.
Sikap keberpihakan Uskup Mandagi dalam PSN ini jelas-jelas melupakan teori Inkulturasi yang menjadi dasar pijakan agam Katolik dalam pewartaan Injil Yesus Kristus.
Uskup Mandagi Abaikan Ensiklik Paus Fransiskus ‘Laudato Si’
Sikap Uskup Agung Merauke yang mendukung mega proyek sawah dan tebu di Merauke jelas akan menghancurkan hutan bakau dan merampas tanah adat Masyarakat Adat Animha dan secara otomatis akan memarjinalkan Orang Marind di atas wilayah adatnya. Sikap Uskup Agung Merauke ini adalah sikap yang tidak mencintai karya agung Sang Pencipta yakni alam dan ekosistem di Selatan Papua. Keberpihakan Uskup Mandagi jelas-jelas merusak dan ‘membunuh’ sekian banyak spesies hewan dan tumbuh-tumbuhan endemic yang langkah yang selama ini telah membentuk daur kehidupan di wilayah Selatan Papua. Sepertinya Uskup Mandagi juga lupa bahwa saat ini dunia sedang dilanda ancaman pemanasan global dimana hutan Papua menjadi salah satu tumpuan dunia melawan krisis iklim.
Keberpihak Uskup Agung Merauke Mgr. Petrus Canisius Mandagi menunjuk sikap sengaja lupa terhadap Ensiklik Paus Laudato Si oleh Paus Fransiskus yang adalah menjadi pemimpinnya. Semua sikap Uskup Mandagi ini tentunya menunjukan bahwa Uskup Agung Merauke sudah, sedang dan akan menjalankan misi atau kepentingan Negara, Perusahaan dan Militer Indonesia yang merusakan bumi.
Kesimpulan
Pada prinsipnya keberpihakan Uskup Agung Merauke Mgr. Petrus Canisius Mandagi yang menerima PSN di Merauke itu tentunya akan meletakan umat Katolik Pribumi Papua dalam ancaman yang tidak berkesudahan karena tempat berburu dan meramu sudah, sedang dan akan musnah. Tempat untuk melangsungkan kehidupan bagi umat atau masyarakat adat hancur dan musnah. Uskup Mandagi lupa bahwa pasca PSN atau masa Hak Guna Usaha akan beralih menjadi tanah Negara. Masyarkat pemilik hak ulayat tidak akan bisa menggunakannya.
Dalam rangka menyelamatkan Keuskupan Agung Merauke dari kesalahan fatal maka sebaiknya Uskup Agung Merauke Mgr. Petrus Canisius Mandagi sebaiknya di-emeritus-kan. Sikap keberpihakan ini sangat berpengaruh pada kehidupan menggereja umat Katolik di wilayah Selatan, khususnya bagi masyarakat adat yang tanahnya dirampas. Keberpihakan ini juga akan menyuburkan situasi konflik di Tanah Papua.
By. Emanuel Gobay (Direktur LBH Papua)