Pada tahun 2017, Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo menyampaikan bahwa Indonesia sebagai rumah kebebasan pers. Bahkan pers disebutnya sebagai paling bebas di dunia. Seperti yang dikutip dalam www.merdeka.com , Ir. Joko Widodo menyampaikan, “Selamat datang di Indonesia, rumah jurnalisme paling bebas dan paling bergairah di seluruh dunia”. Pernyataan ini tentunya membawa angin segar bagi dunia pers di Indonesia, khususnya di Tanah Papua. Pada tahun yang sama 2017, terjadi beberapa kasus di beberapa wilayah di Indonesia yang melukai dunia jurnalis. Aliansi Jurnalis Independen Indonesia mencatat sekitar 60 kasus kekerasan yang terjadi pada jurnalis atau wartawan di seluruh Indonesia. Wartawan dipukuli dan diteror. Aliansi Jurnalis Independen Indonesia bahkan mencatat kejadian kekerasan terhadap wartawan atau jurnalis dari tahun 2000-2021. Berdasarkan data yang mereka miliki, AJI Indonesia mencatat sebanyak 141 kasus kekerasan yang dialami oleh jurnalis di seluruh Indonesia, di Tanah Papua 36 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Pada tahun 2018, AJI Indonesia mencatat sekitar 64 kasus kekerasan terhadap wartawan. Wartawan diusir, mengalami kekerasan fisik, pemidanaan jurnalis bahkan sampai perampasan dan pengrusakan peralatan meliput.
Situasi Jurnalisme di Tanah Papua
Penulis memberikan perhatian pada kasus yang terjadi pada 8 tahun terakhir (2017-2024) di Tanah Papua. Pada Mei 2017, terjadi kasus kekerasan terhadap seorang jurnalis Redaksi Jubi Yance Wenda. Yance Wenda mengalami kekerasan ketika meliput aksi demo damai di Jayapura, Yance Wenda ditangkap dan mengalami kekerasan fisik (dipukul). Menurut kesaksian Ketua AJI Jayapura Lucky Ireeuw, kasus kekerasan ini sudah dilaporkan kepada pihak kepolisian tetapi tidak ada tindak lanjutnya. Kasus ini akhirnya membeku. Tidak ada penyelesaian terhadap para pelaku kekerasan. Pada 23 Januari 2023, peristiwa terror bom di rumah seorang Jurnalis Papua Viktor Mambor di Kota Jayapura. Sepanjang tahun 2023, kasus ini tidak diselesaikan di pengadilan. Berdasarkan laporan, Kepolisian Sektor Jayapura Utara melakukan olah TKP dan memeriksa saksi-saksi terkait. Iya, hanya sebatas itu dan ‘sepertinya’ tidak ada keberanian dari Kepolisian Sektor Jayapura Utara melanjutkan kasus ini ke pengadilan. tidak dilanjutkan ke pengadilan untuk mengungkapkan siapa pelaku sebenarnya. Pada Maret 2024, Kepolisian Sektor Jayapura Utara menghentikan kasus ini dengan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), SPPP/8/III/2024/Reskrim tertanggal 1 Maret 2024 oleh Kepolisian Sektor Jayapura Utara. Walaupun demikian AJI dan koalisi hukumnya (Lembaga Bantuan Hukum Pers Papua) melakukan pra peradilan terhadap pihak Kepolisian Sektor Jayapura Utara. Pada 03 Juni 2024, di Pengadilan Negeri Jayapura, berdasarkan kesaksian dari Ahli Hukum Pidana Dr. Ahmad Sofian, peristiwa yang dialami oleh Vikto Mambor merupakan tindakan pidana. Walaupun demikian tetap ada pembelaan dari pihak kepolisian. Berdasarkan saksi dari pihak kepolisian peristiwa ini terjadi di jalan umum.
Kualitas Teror Semakin Gila
“Pada Rabu, 16 Oktober 2024, pukul 03.15 terdengar bunyi ledakan di Kantor Redaksi Jubi Papua yang terletak di Jalan SPG Taruna Waena, Kota Jayapura, Papua. Masih ada dua staf dari Redaksi Jubi yang menyelesaikan pekerjaannya. Kedua staf ini bekerja di lantai tiga. Salah satu staf duduk di pinggir jendela yang berhadapan langsung dengan jalan raya umum, Jalan SPG Waena. Staf ini kaget mendengar bunyi ledakan di halaman parkiran Kantor Redaksi Jubi Papua. Seketika, dia melihat ke bawa ada kobaran api di mobil milik Redaksi Jubi. Staf ini berlari memanggil temannya dan berusaha mencari alat pemadam kebakaran yang ada untuk memadamkan kobaran api tersebut. Usaha kedua staf ini sempat dibantu oleh orang-orang yang ada disekitarnya.” Begitulah kira-kira kisah ledakan yang disampaikan oleh Pemimpin Redaksi Jubi Papua, Jean Bisay.
Jean Bisay lanjut berkisah, pihak kepolisian Sektor Heram langsung ke TKP, melakukan olah TKP dan memasang police line. Kepolisian menyampaikan kepada Jean bahwa mereka menggunakan bom Molotov untuk melakukan ledakan tersebut. Ada informasi yang didapat oleh Jean dari orang-orang di sekitar Kantor Redaksi Jubi bahwa terlihat dua orang yang menggunakan satu sepeda motor mondar-mandir di depan Kantor Redaksi Jubi. Kedua pelaku ini menggunakan celana, jacket, masker dan helm berwarna hitam. Kesaksian orang-orang di sekitar diperkuat lagi ketika Redaksi Jubi Papua memeriksa rekaman CCTV. Di CCTV kedua orang ini terlihat jelas menggunakan atribut yang diceritakan di atas. Lanjut cerita, peristiwa ini dilaporkan ke pihak kepolisian dan didampingi oleh LBH Pers Papua.
Terror yang dialami Jurnalis Viktor Mambor dan keluarganya pada Januari 2023 meluas ke Kantor Redaksi Jubi, tempat Viktor Mambor bekerja. Terror bahan peledak yang ‘biasa’ saja di dekat rumahnya meningkat menjadi Bom Molotov di Kantor Redaksi Jubi. Berdasarkan kesaksian pribadi Viktor Mambor, terror dan intimidasi ini hampir selalu ia alami di beberapa tahun terakhir ini.
“Mereka pernah merusak mobil saya, bahkan memutuskan kabel rem mobil saya. Untung bahwa saya tidak celaka dan baik-baik saja”
Kisah Viktor Mambor ini dibenarkan juga oleh Pemimpin Redaksi Jubi Papua, Jean Bisay. Menurut Jean, ketika merunut ke belakang banyak sekali karyawan atau staf Redaksi Jubi Papua mengalami gangguan, terror dan intimidasi dalam melakukan pekerjaannya. Ada yang melakukan doxing, kekerasan, pengusiran dan lain sebagainya.
Redaksi Jubi Papua dan Suburnya Diskriminasi di Tanah Papua
Pada tahun 2001, Redaksi Jubi Papua lahir di Tanah Papua untuk menyeimbangi pemberitaan tentang Papua. Dari 2001 ke 2024 berarti sudah 23 tahun Redaksi Jubi hadir di Tanah Papua. Perjalanan yang belum seberapa ketika disanding dengan media besar di Indonesia (Jakarta). Usia 23 tahun merupakan tahap awal masuk usia dewasa. Di usia ke-23, Redaksi jubi terus berbenah diri. Menghadirkan informasi tentang Papua melalui cetak dan online, membuat Redaksi Jubi semakin berkembang. Pada tahun 2021 Redaksi Jubi Papua terus menjawab tuntutan zaman dengan menghadirkan JubiTV. Sejak tahun 2021, informasi tentang Papua baik dalam bentuk news maupun film selalu ada di chanel youtube JubiTV. Sampai saat ini Jubi menjadikan dirinya sebagai salah satu media terbesar di Tanah Papua di samping Cenderawasih Pos, suarapapua.com dan lainnya.
Dengan pemberitaannya dan mayoritas orang asli Papua yang bekerja di dalamnya, menjadikan Jubi Papua dilihat oleh ‘pihak-pihak tertentu’ sebagai media yang melawan Negara Indonesia. Mayoritas staf orang asli Papua yang bekerja di Redaksi Jubi Papua seringkali diperlakukan tidak semestinya seorang jurnalis. Pada perkembangannya, bukan saja jurnalis asli Papua tetapi jurnalis ‘pendatang’ yang bekerja di Redaksi Jubi Papua pun sering mendapatkan perlakuan tidak semestinya seorang jurnalis.
Kembali ke pernyataan Presiden Ir. Joko Widodo bahwa adanya kebebasan pers di Indonesia, termasuk di Tanah Papua, peristiwa intimidasi, terror dan penyelesaian hukum yang tidak ‘clear’, meragukan kita akan kehadiran hukum dan perangkat penegakan hukum Indonesia di Tanah Papua. Penegakan hukum terkait kasus kekerasan, teror dan intimidasi terhadap jurnalis. Kasus teror yang dialami oleh Viktor Mambor dan jurnalis lainnya di Tanah Papua tidak diselesaikan secara benar dan jelas oleh hukum yang berlaku di Indonesia. Begitupula halnya peristiwa teror Bom Molotov di Kantor Redaksi Jubi, 16 Oktober 2024. Sudah 2 bulan lebih para pelakunya tidak diungkap sampai saat ini. Bukti rekaman CCTV jelas, kesaksian orang-orang di sekitar jelas, mengapa tidak bisa diungkapkan pelakunya. Dari kasus ini, dapatkah kita mengatakan bahwa hukum masih bersifat diskriminasi terhadap orang Papua? Atau para penegak hukumnya yang bersifat diskriminatif, tidak beritikad baik untuk menegakan hukum di Tanah Papua? Apakah pada zaman Presiden Prabowo Subianto, para jurnalis di Tanah Papua bisa dengan tenang dan nyaman mengabarkan Papua ke publik? Banyak pihak, Komnas HAM, insani jurnalis khususnya di Redaksi Jubi Papua dan masyarakat Papua ‘menggantungkan harapannya pada hukum dan para penegak hukum di Indonesia, khususnya di Tanah Papua mengungkapkan pelaku kasus terror Bom Molotov di Kantor Redaksi Jubi Papua pada 16 Oktober 2024. Kalau tidak bisa terungkap berarti kata-kata yang tertera pada salah satu poster aksi damai solidaritas untuk Jubi Papua bisa menjadi rujukan ‘Tidak Tangkap Berarti Terlibat’
Oleh Bernard Koten