Kamis, 4 Februari 2016, di Gereja Paroki St. Fransiskus Assisi dan Biara St. Fransiskus Assisi APO prosesi perutusan dilaksanakan. Moment ini mungkin tidak dilupakan oleh Persaudaraan Fransiskan Papua, perutusan Pater Timotius Sefire, OFM sebagai seorang misionaris ke tanah misi. Pada pukul 17.30 Wit, perayaan Ekaristi, perayaan syukur mulai dilaksanakan. Perayaan yang dipimpin oleh Kustos Kustodi Fransiskus Duta Damai Papua Pater Gonsa Saur, OFM yang didampingi oleh Pater Tarsisius Lengari, OFM dan si misionaris Pater Timotius Sefire, OFM berlangsung agung dan mulia. Terucap doa syukur dan permohonan serta memberkati dan merestui perjalanan si misionaris ke tanah misi.
“Pada 18 Maret 1937 misionaris Belanda tiba pertama kali di Papua. Hari ini setelah 78 tahun, kita mengutus seorang saudara sebagai seorang misionaris. Setelah kita menawarkan untuk terlibat dalam rencana minister general, minister general menyetujui walaupun kita di Kustodi memiliki tenaga yang masih terbatas. Dalam perutusan para murid-Nya, Yesus berpesan janganlah membawa apa-apa dalam perjalanan, entah pundi-pundi ataupun bekal, atau roti dan uang ataupun tongkat. Perkataan Yesus ini diikuti secara oleh Bapa Fransiskus Assisi. Para saudara diutus ke dunia pergi dengan sukacita dan bahagia. Kita perlu menjadi manusia yang bebas untuk melayani sesama kita. Kita harus berani keluar dari zona kenyamanan diri kita untuk melayani orang lain. Seorang yang hendak menjadi seorang misionaris adalah orang yang kuat berdoa dan matang dalam kepribadiannya. Perutusan Sdr. Timo ini merupakan tugas perutusan untuk mewartakan sukacita Injil, kabar gembira di tempat yang baru”, begitulah sepenggal renungan yang disampaikan oleh Pater Gonsa Saur, OFM dalam perayaan Ekaristi yang sempat terekam oleh kameraku.
Keluar dari diri dengan maksud melayani orang lain berarti kita perlu persiapan yang matang. Entah itu persiapan mental (persiapan secara psikis) maupun ilmu atau keahlian yang akan dikembangkan di tempat pelayanan demi membantu orang-orang yang dilayani.
“Dengan kehadiran Timo di sana dia akan dikenal yang berbeda. Kehadirannya membawakan kekhasannya kepada yang lainnya, sebagai seorang Papua, Fransiskan. Kehadirannya memperkaya penglihatan mereka terhadap Injil Tuhan Kita Yesus Kristus.
Ke depannya ketika ada rencana mengirimkan saudara untuk misionaris berarti mempersiapkan skil dan keahlian khusus. Bukan kita menyerahkan diri untuk melayani saja tetapi kita harus punya keahlian yang dibutuhkan orang setempat. Hal ini masih kurang dan harus diperhatikan oleh persaudaraan”, ungkap Pater Soter Renyaan, OFM menjelaskan pandangannya terhadap perutusan dari Pater Timotius Sefire, OFM.
Di dalam Anggaran dengan Bulla Saudara-Saudara Dina Pasal III tentang Ibadat, puasa dan cara bepergian di dunia, tertulis “Aku pun menganjurkan, menasihatkan dan mengajak saudara-saudaraku dalam Tuhan Yesus Kristus agar sewaktu bepergian di dunia, janganlah mereka berselisih, bertengkar mulut dan menghakimi orang lain, tetapi hendaklah mereka itu murah hati, suka damai, dan tidak berlagak, lembut dan rendah hati, sopan santun dalam berbicara dengan semua orang sebagaimana pantasnya. Mereka tidak boleh naik kuda kecuali kalau terpaksa karena keadaan sungguh-sungguh mendesak atau karena sakit. Di rumah mana pun mereka masuk hendaklah mereka katakan lebih dahulu Damai Sejahtera bagi rumah ini. Sesuai dengan Injil Suci, mereka boleh makan apa saja yang dihidangkan bagi mereka.”
Karena keinginan yang kuat untuk menjadi seorang imam, seperti para saudara yang lainnya, Pater Timotius Sefire, OFM harus meninggalkan kampung halaman Mambriema, Bintuni Sorong, Papua barat dan keluarganya untuk mulai diasa sebagai seorang fransiskan dan calon imam di Persaudaraan Kustodi Fransiskus Duta Damai Papua. Kita dapat melihat secara singkat perjalanan pendidikan dan pembinaan dalam Persaudaraan OFM Papua. Pada tahun 2002-2003: mengikuti tahun postulat di Pikhe Wamena, tahun 2003-2004 pembinaan di Novisiat La Verna Sentani, tahun 2004-2006: kuliah di STFT Fajar Timur Padang Bulan, tahun 2006-2007: menjalani tahun orientasi karya (TOK) di Sekretariat Keadilan dan Perdamaian Jayapura, tahun 2007-2009: melanjutkan kuliah S1, tahun 2009-2010: menjalani tahun orientasi pastoral (TOP) di Paroki St. Stefanus Kimbim Wo’ogi Wamena, tahun 2010-2012: melanjutkan kuliah. Pada 23 November 2012 ditabiskan menjadi seorang imam. Setelah ditabiskan, beliau ditugaskan di Unit Karya Keadilan Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan Fransiskan Papua (SKPKC FP) pada tahun 2012-2013. Pada tahun 2014, beliau mengikuti pendalaman bahasa inggris di Newzeland.
“Secara pribadi saya merasa senang dan bahagia karena ada kepercayaan dari persaudaraan kepada saya untuk mewartakan Injil. Sampai saat ini saya tidak merasa takut dan ragu untuk pergi di tempat yang baru. Saya merasa senang untuk bisa belajar di tempat yang baru. Saya jalan ke tempat misi bukan membawa nama baik saya tetapi membawa Persaudaraan/Kustodi Papua, mambawa Injil di tanah misi. Oleh karena itu saya meminta dukungan doa dari semuanya.” Ungkap si misonaris Pater Timo ketika menjelaskan suasana di dalam hatinya.
Menjadi sebuah kebahagiaan dan rahmat yang luar biasa karena Persaudaraan Fransiskan Papua mampu menjawab dan merespon permintaan dari Minister General di Roma. Mengirim seorang saudara ke tanah misi walaupun masih mengalami keterbatasan.
“Saya sangat puas dan senang atas tanggapan positif dari Persaudaraan di Papua terhadap permintaan dari persaudaraan sejagat. Walaupun memberi dari kekurangan tetapi dilihat secara global panggilan di Indonesia masih subur dan kuat. Kalau dibandingkan dengan kami dulu, kami dikirim karena memang di Provinsi Belanda kelimpahan saudara. Memberi dari kekurangan seperti seorang janda memasukan dermanya akan diganjari oleh kemurahan hati Tuhan sendiri,” jelas Pater Nico Syukur, OFM yang merupakan salah satu misionaris di Papua.
“Pengiriman Pater Timo sebagai seorang misionaris adalah pertama dari Kustodi Papua dalam hubungannya dengan general di Roma. Tugas sebagai seorang misionaris ini merupakan rencana internasional dari OFM. Setiap persaudaraan di seluruh dunia diminta oleh general untuk berpartisipasi dalam rencana tersebut, yakni mengirimkan beberapa saudara sebagai misionaris. Harapan untuk Pater Timo, dia bisa merasa nyaman dan betah di tanah misi,” Pater Gonsa menjelaskan alasan perutusan Pater Timo.
“Iman Tanpa Perbuatan Pada Hakikatnya Adalah Mati” (Yak.2:17b), begitulah motto yang dipilih oleh Pater Timotius Sefire, OFM dalam thabisan imamnya. Motto yang juga seperti semangat ini coba dihidupinya setelah menerima urapan sebagai seorang imam. Bergaul dengan sesamanya, melayani orang dan berusaha terus tersenyum kepada semuanya.
”Timo itu adalah manusia perbuatan. Ada yang manusia perkataan saja. Apa yang dia pikirkan dan rencana dia kerjakan. Dia tidak mau menunda waktu. Dia adalah manusia perbuatan. Dia sangat paham dan tahu kebutuhan setempat atau komunitas dimana ia berada. Dia peka dengan hal itu. Hal-hal ini jarang kita temukan di semua saudara. Timo sungguh luar biasa,” Pater Nico Syukur melanjutkan penjelasannya tentang si misionaris Pater Timotius Sefire, OFM.
Pater Timo harus berjuang seperti para misionaris lainnya. Belajar bahasa, dekat dengan budaya setempat, dekat masyarakat dan lain sebagainya menjadi modal yang sangat luar biasa dalam misi perdana di Myanmar ini.
Pater Timo… semoga engkau menjadi berkat dan rahmat bagi setiap orang yang kau jumpai dan layani, menjadi berkat dan rahmat bagi tanah yang kau lalui. Semua merestui perutusanmu.. semua tetap bersatu denganmu dalam setiap langkahmu di Myanmar. (BK)