Kehadiran perusahaan Sawit. PT Nabire Baru, PT Sariwana Adi Perkasa dan PT Sariwana Unggul Mandiri di tanah Suku Yeresiam Gua dan Yaur, Nabire, Papua, membawa bencana banjir bagi masyarakat. Hujan deras yang melanda pada 25 Maret 2016 menyebabkan 77 rumah warga, sekolah dan gereja terendam air setinggi lutut orang dewasa. Warga mengungsi ke daratan yang lebih tinggi, membagun tenda darurat.
“Banjir macam ini belum pernah terjadi sebelumnya. Banjir macam ini makin sering terjadi sejak 2010,”ungkap Daniel Jarawobi kepala suku Yeresiam Gua kepada admin, 29 Maret di PTUN Jayapura.
Kata dia, karena itu, peristiwa ini diduga kuat akibat pengundulan hutan demi lahan Sawit yang dilakukan PT Nabire Baru, PT Sariwana Adi Perkasa dan PT Sariwana Unggul Mandiri sejak 2008 silam.
“Akibat perusahaan Sawit mengubah fungsi hutan dan tanah disekitar kampung. Perkebunan kelapa sawit memang menyerap banyak air, tetapi tidak dapat meredam larian air karena tidak memiliki belukar untuk menahan air,”katanya. Lebih lanjut Daniel menungkapkan bahwa ke depan, banjir menjadi ancaman tetap bagi warga, lantaran perkampungan warga diapit lahan tiga perusahaan Sawit. Karena, cagar alam di sekitar kmpung telah rusak akibat resistensi perusahaan.
Karena itu, demi mencegah terjadinya tragedi banjir yang berikutnya, kata Yarawobi, pemerintah daerah dan pusat segera mengevaluasi keberadaan perusahaan yang beroperasi dengan mencabut ijin dan memulihkan fungsi hutan dan tanah sebagai penyangga air. Lebih dari itu, kata Yarawobi, pemerintah harus mempertimbangkan baik gugatan masyarakat Yeresiam di Pegadilan Tata Usaha Negera terhadap PT Nabire Baru yang sedang berlangsung di PTUN Jayapura.
“Kami harap banjir ini menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk meninjau dan mengembalikan tanah adat kami,”ungkap Yarawobi.
Suku Yeresiam sedang menggugat Surat Izin Usaha Perusahaan (SIUP), Gubernur Papua, Barnabas Suebu terhadap PT Nabire Baru di Pegadilan Tata Usaha Negara Jayapura. Masyarakat adat mengugat itu lantaran SK itu diterbitkan tanpa surat pelepasan adat.
“Kami pemilik tanah adat tidak pernah keluarkan surat pelepasan tanah adat. Mengapa pemerintah terbitkan IUP?,” tanya Yarawobi
Kata Yarawobi, PT Nabire Baru mencaplok 25 ribu hutan adat untuk perkebunan kelapa sawit, dan sedang mengincar 5 ribu hektar dusun sagu lagi dengan alasan lahan plasma.