Tagih Janji Ke Presiden Jokowi Selesaikan Kasus Paniai

Solidaritas Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SKP-HAM) Papua mengatakan proses penyelesaian kasus penembakan 4 siswa pada 8 Desember 2014 di Paniai tidak berjalan sesuai dengan janji Presiden Jokowi.

“Kami butuh tindakan nyata, bukan janji-janji” ungkap Koordinator SKP HAM Papua Peneas Lokbere, dalam jumpa persnya di Kantor KontraS Jayapura, Kota Jayapura, Papua, Jumat (8/4/2016)

Kata dia, presiden mengatakan rasa simpati dengan korban Paniai tetapi tidak ada tindakan nyata untuk menindak para pelaku. Pelakunya masih berkeliaran, berpesta pora di sela-sela duka keluarga korban. Rakyat Papua dan keluarga korban masih menanti janji untuk sedikit mengobati rasa duka, penuhi rasa keadilan. Namun, Jokowi belum memenuhi janjinya, tidak mendesak institusi yang berwenang untuk bertindak mengusut kasus Paniai. Karena itu, kata Lokbere, pihaknya menyiapkan surat tagih janji kepada presiden.

“Kami akan kirim surat tagi janji ini ke presiden,” ungkapnya serius sambil menunjukan konsep surat yang disiapkan.

Ketua Dewan Adat Paniai John NR Gobay mengatakan keluarga korban masih menanti Presiden Jokowi memenuhi janjinya. Karena itu, Presiden harus memberikan kepastian kepada rakyat Papua dan korban. Presiden mestinya merealisasikan janji itu dengan bukti tertulis.

“Presiden harus membuat instruksi tertulis supaya tim Ad hoc yang dibentuk Komnas HAM bisa kerja,” tegasnya.

Kalau tidak ada instruksi tertulis, kata dia, dengan alasan apapun, kasus ini tidak akan pernah selesai. Semua komentar, janji presiden akan tinggal janji sampai kapanpun.

Ketua Perwakilan Komisi Hak Asasi Manusia Perwakilan Papua Frist Ramandey mengatakan tim Ad hoc memang membutuhkan instruksi tertulis supaya tim Ad hoc punya daya desak.

Instruksi presiden secara lisan itu tidak punya daya paksa, lemah. Instruksi presiden itu perlu tertulis sebagai strategi penyelesaian,” katanya dalam jumpa pers itu.

Lebih lanjut Frits mengatakan, tim Ad hoc memang terbentuk atas perintah UU, hanya tidak punya daya desak.

“Tidak memiliki kewenangan diskresi, memaksa,” ungkapnya.

Karena itu, tim yang ada tidak bisa memeriksa institusi lain. Kalau mau meminta keterangan lintas institusi, tim Ad hoc harus meminta izin.

“Kalau tidak, ya, kita hanya tunggu TNI/Polri lebih kooperatif,” harapnya

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *