“Kebanyakan obat yang beredar di sana adalah sudah kedaluwarsa. Petugas kesehatan juga jarang di tempat”
Begitulah yang diungkapkan oleh Perwakilan Mahasiswa Kabupaten Nduga Alinius Kogoya dalam jumpa pers di Kantor KontraS Papua, Jumat (15/1) terkait peristiwa kematian yang melanda di tiga distrik di Kabupaten Nduga, Provinsi Papua. Peristiwa kematian yang menimpa 54 orang sejak Oktober 2015 – 3 Januari 2016 ini merupakan Kejadian Luar Biasa. Bagi masyarakat setempat kejadian ini merupakan kejadian luar biasa karena peristiwa kematian yang dialami oleh manusia dan hewan piaraan terjadi secara tiba-tiba dan belum terjadi. Bagaimanapun juga mungkin beberapa penyebabnya adalah pengetahuan kesehatan yang kurang dari masyarakat, petugas medis yang tidak berada di tempat (walaupun pernah ada dibentuk oleh Pemprov Papua sebuah tim “Kaki Telanjang” tetapi mereka juga tidak berada di tempat) dan obat-obatan yang sudah kedaluwarsa. Untuk memastikan peristiwa tersebut tim yang tergabung dalam Solidaritas Korban Jiwa Wilayah Mbua melakuan investigasi Desember 2015 – Januari 2016 di tiga Distrik yang diduga terkena peristiwa tersebut yakni Distrik Mbua, Dal dan Mbulmu Yalma Kabupaten Nduga.
“Kami pernah turun ke sana untuk melakukan pengecekan informasi yang kami peroleh. Ketika kami berada di lapangan kami menemukan banyak obat yang kedaluwarsa yang masih digunakan. Selain itu petugas kesehatan tidak berada di tempat. Kejadian ini terjadi di Distrik Mbua, Dal dan Mbulmu Yalma Kabupaten Nduga. Kami berharap Pemda Nduga dan Pemprov Papua serius dengan kejadian ini”, kata Alinius.
Karena kekurangan petu
gas kesehatan, maka selama ini misalnya di Pustu Dal, Kabupaten Nduga ada seorang tenaga medis yang dikaderkan zaman 1990-an oleh misionaris Merlin Wasjangge bertahan dan membantu masyarakat di sana. Dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya dia berusaha untuk membantu masyarakat di Pustu Dal dan ketika ia melakukan kunjungan ke masyarakat.
“Di sana, di Pustu Dal ada seorang petugas kesehatan sejak misionaris. Dia yang selama ini bertugas dan memberikan pelayanan kesehatan ke masyarakat. Dia juga tahu tentang obat-obatan dan kadang obat yang kedaluarsa. Dalam setiap pengobatannya, sebelum dia memberikan masyarakat minum obat, dia berdoa terlebih dahulu. Maka saya mewakili mahasiswa Nduga di Papua dan Indonesia mendesak agar Pemda segera menseriusi peristiwa ini”, ungkap Alinius.
Hal senada disampaikan juga oleh Koordinator SKP HAM Papua Peneas Lokbere dan perwakilan AMPTI Natan Tebay. Menurut mereka berdua, peristiwa harus menjadi komitmen dan keseriusan dari Pemda Nduga dan Pemprov Papua dalam hal ini Dinas Kesehatan. Dinas Kesehatan baik itu Nduga dan Provinsi harus segera membentuk tim independen untuk mengecek dan melakukan pertolongan bagi korban atau masyarakat di sana. Selain itu dinas kesehatan juga harus melakukan pengawasan dan pengontrolan setiap petugas medis yang ditempatkan di sana.
Pemda, dalam hal ini dinas kesehatan harus mengecek dan melihat kembali kinerja petugas medis yang ditempatkan di sana. Apakah mereka menjalankan tugas dan tanggungjawabnya atau tidak? Kejadian ini merupakan pelanggaran dalam pelayanan publik, khususnya kesehatan. Masyarakat berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak. Kalau tidak diseriusi kami akan membawa persoalan ini ke ranah hukum terkai kelalaian di dalam pelayanan publik oleh pemerintah”, jelas Natan Tebay.