“Para buruh/pekerja direkrut oleh perusahaan untuk bekerja. Namun, di dalam perjalanan hak-hak buruh tidak diperhatikan. Saya ambil contoh, seperti upah yang tidak adil dan hak kesehatan yang tidak diperhatikan oleh perusahaan atau majikannya, di-PHK secara sepihak oleh perusahaan/majikan. Pertanyaan bagi kita adalah bagaimana kita harus bertindak untuk mengatasi persoalan-persoalan”
Hal ini dikatakan oleh Direktur SKPKC FP Br. Edy Rosariyanto, OFM ketika membuka kegiatan pelatihan penguatan kapasitas para legal para pekerja dan aktivis, Selasa (1/7), di Aula Sanggar Semadi St. Klara Sentani. Pihak Gereja Katolik dalam hal ini SKPKC FP merasa sangat perlu melakukan pelatihan bagi kelompok basis yang rentan dan lemah. Hal ini berdasarkan pengalaman SKPKC FP yang selama 3 tahun mendampingi para buruh/pekerja di areal PT Tandan Sawita Papua Arso Timur. Persoalan-persoalan seperti upah yang tidak sesuai, hak kesehatan yang diabaikan dan PHK sepihak oleh perusahaan masih menjadi mimpi yang buruk di kalangan para pekerja/buruh.
Kaum pekerja/buruh merupakan salah satu kelompok basis yang rentan sehingga sangat mudah dipermainkan oleh pihak perusahaan atau majikan. Kurangannya pengetahuan akan hak dan kewajibannya sebagai seorang pekerja dan hukum memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi perusahaan/majikan mempermainkan hak para pekerja/buruh.
Hal ini dibenarkan oleh Ibu Herlinda Lawa yang bekerja sebagai buruh harian lepas bagian perawatan di Kebun II Perkebunan Sawit PT Tandan Sawita Papua. Menurut Ibu Herlinda Lawa, hak kesehatan bagi buruh harian lepas tidak diperhatikan oleh pihak perusahaan.
“Saya pernah mengalaminya sendiri waktu suami saya sakit, kami berusaha sendiri mengantarnya ke Rumah Sakit Swakarsa dan mengeluarkan biaya pribadi untuk pengobatan. Padahal suami saya sakit waktu bekerja di kebun”, ungkap Ibu Herlinda.
Menanggapi persoalan yang disampaikan oleh Ibu Herlinda Lawa, mantan Mediator Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja Provinsi Papua Anwar Panangeang mengatakan, peristiwa seperti itu harus ditangani perusahaan. Persoalan ini sebaiknya dilaporkan ke Dinas Tenaga Keerom untuk ditindaklanjuti. Pihak Dinas Tenaga Keerom harus bertindak sebagai mediator yang dapat mempertemukan pihak perusahaan dan buruh/pekerja untuk menyelesaikan persoalan yang dialami.
Pernyataan ini dipertegas oleh staf SKPKC FP Yuliana Langowuyo. Menurut Yuliana, prosedur pengaduan persoalan pekerjaan sudah sangat jelas tertuang di dalam UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Selain prosedur pengaduan, di dalam peraturan tersebut terungkap jelas hak-hak dan kewajiban para pekerja serta hak dan kewajiban perusahaan/majikan.