“Kami mahasiswa mendukung 100% keinginan Suku Yerisiam-Gua”
Begitulah salah satu isi pamphlet dari Forum Independen Mahasiswa (FIM) dalam aksi diam untuk mendukung sidang gugatan terhadap Perusahaan Kelapa Sawit PT Nabire Baru di Kantor PTUN Jayapura, Rabu (2/12). Seperti yang diketahui berdasarkan data terkait kehadiran Perusahaan Kelapa Sawit PT Nabire Baru di Wilayah Adat Yerisiam Gua Nabire sudah mulai beroperasi pada tahun 2008 dengan total lahan perkebunan mencapai 17.000 Ha. Lahan tersebut dialihkan dari perusahaan kelapa sawit sebelumnya PT Harvest Raya. Padahal pada September 2007, masyarakat adat telah menolak PT Harvest Raya dengan surat penolakan tertanggal 19 September 2007. Masyarakat adat menilai bahwa perusahaan tidak dapat bekerja sama dengan masyarakat dan belum mensosialisasikan usaha dan kegiatannya kepada masyarakat pemilik ulayat. Walaupun demikian Bupati Nabire mengeluarkan Izin Lokasi dan IUP dalam SK Bupati No.96 tahun 2007 tanpa ada kesepakatan dengan dan diskusi dengan masyarakat pemilik ulayat. Selain SK Bupati Nabire, gubernur pada saat itu juga mengeluarkan SK No.142 tahun 2008 tentang Pemberian Ijin Usaha Perkebunan kepada PT Nabire Baru sementara itu AMDAL juga belum disahkan.
Menurut Kuasa Hukum Masyarakat Adat Yerisiam Nabire Eliezer Murafer, S.H, masyarakat menolak kehadiran perusahaan kelapa sawit karena terkesan tidak ada koordinasi yang baik antara pihak perusahaan dan masyarakat adat. Selain itu, tidak ada sosialisasi dan tekanan terhadap masyarakat dari perusahaan.
“Belum ada sosialisasi dan analisa dampak lingkungan kepada masyarakat tetapi gubernur telah mengeluarkan SK kepada PT Nabire Baru. Perusahaan ini sepertinya tidak mampu bekerja sama dengan masyarakat pemilik ulayat,” jelas Eliezer.
Kehadiran perusahaan yang dilawan oleh masyarakat mengakibatkan perusahaan seringkali menggunakan pihak lain untuk menekan masyarakat pemilik ulayat. Hal itu dilihat pada September 2013, Pangdam TNI XVII/Cenderawasih melakukan penanaman perdana puluhan pohon kelapa sawit di lokasi PT Nabire Baru. Kehadiran Pangdam pada kesempatan tersebut dinilai masyarakat sesuatu yang sangat aneh dan tidak relevan. Ada indikasi bahwa PT Nabire Baru menggunakan jasa aparat keamanan untuk menekan masyarakat adat pemilik ulayat. Selain itu pada tahun 2014 terjadi penganiayaan oleh Brimob yang bertugas di PT Nabire Baru kepada masyarakat adat setempat berinisial IM yang hendak menanyakan realisasi MoU yang dijanjikan oleh perusahaan. Hal ini dipertegas oleh Koordinator Aksi FIM Mario Yumte.
“Hampir dimana-mana, khususnya di Papua, pihak investor atau perusahaan memakai jasa aparat keamanan untuk menekan masyarakat adat pemilik ulayat. Hal itu juga terjadi pada Masyarakat Adat Yerisiam Gua Nabire. Perusahaan pakai aparat keamanan untuk tekan masyarakat adat di sana,” ungkap Mario.
Untuk melawan ketidakadilan dan menolak sawit di wilayah adatnya, Masyarakat Yerisiam telah melakukan beberapa aksi penolakan seperti bersurat kepada pihak berwajib, Komnas HAM, mengadu ke Polda Papua, konferensi pers dan lain sebagainya.