Uskup Leo Mendukung Pastor Djongga Meresmikan Kantor DAP Lapago

Uskup Keuskupan Jayapura Mgr. Leo Laba Ladjar, OFM mengatakan pihak keuskupan sangat tidak keberatan Pastor John Djongga, Pr hadir memimpin ibadat peresmian kantor Dewan Adat Wilayah Lapagoo, yang kemudian diketahui kantor United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

“Memang dia pastor. Dia diundang sebagai pastor, untuk memimpin ibadat. Apa lagi judulnya jelas, Dewan Adat Papua (DAP) yang suda ada. Diakui. Saya merasa tidak keberatan apa,” ungkap Uskup Leo, Kota Jayapura, Papua, Sabtu (27/2/2016).

Kata uskup, kehadiran Pastor John memimpin ibadat dipersoalkan lantaran ada pemasangan papan nama sekretariat ULMWP. Polisi anggap ULMWP itu organisasi bertentangan dengan Negara Kesatuan Repbulik Indonesia. Karena itu, pastor John dipanggil sebagai saksi pidana makar, pasal 106 KUHAP untuk dimintai keterangan.

Atas pemanggilan, kata Uskup Leo, dirinya memberitahukan kepada Pastor John pergi menghadapi saja polisi dan memberikan keterangan soal kehadirannya. “Polisi panggil. Saya sampaikan, pergi kah, apa yang kamu buat, untuk apa, jelaskan,” ungkap Uskup Leo mengingat dan mengulang pernyataan kepada pastor John.

Kata Uskup, polisi sudah melakukan pemeriksaan atau belum, dirinya belum menerima laporan. “Saya belum tahu, sudah terjadi atau belum. Saya hanya dengar itu dari Pastor Robby,” ungkapnya. Pastor Robby adalah pastor Dekan Dekenat Pegunungan Tenggah, Keuskupan Jayapura.

Kata Uskup Leo, perjuangan Pastor Djongga membela hak-hak masyarakat adat di Papua selama ini sangat tidak bertentangan dengan Gereja Katolik. Karena, Gereja dulu, kini dan akan terus memperjuangkan penegakan dan pemenuhan hak-hak masyarakat. Karena itulah, perjuangan Pastor John itu resmi dari perjuangan gereja. “Sejauh itu betul, menyangkut pembelaan terhadap hak-hak, itu perjuangan Gereja. Kami (Gereja) juga berjuang. Kami (Gereja) suda lama berjuang,” tegasnya.

Perjuangan itu, kata Mgr Leo, akan bertentangan bila perjuangan itu dikaitkan Ini memang lain halnya, kalau kerja dengan kelompok politik, lain soal. “Saya tidak tahu,” ungkapnya.

Ketua Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua Pdt. Sokratez Sofyan Yoman menilai kehadiran Pastor John dalam peresmian kantor Dewan Adat itu tidak salah sebagai seorang hamba Tuhan. Hamba Tuhan yang hendak menyampaikan firman Tuhan kepada jemaat yang mengadakan peresmian kantor.

“Polisi harus melihat John itu hamba Tuhan yang melayani siapa saja, termasuk jemaat yang memperjuangkan Papua Merdeka. Karena Papua Merdeka itu hak. Kitab suci tidak melarang Papua Merdeka,” ungkapnya serius.

Kata Yoman, pemanggilan Pastor John itu, sebenarnya, mengganggu pelayanan gereja-gereja kepada jemaat. Polisi tidak hanya memanggil, mengganggu pelayanan Gereja Katolik tetapi itu juga mengganggu semua gereja.

“Polisi memanggil pastor John, gereja baptis juga merasa dipanggil. Polisi ganggu semua gereja,” tegasnya.

Kata dia, dengan memanggil John sebagai saksi makar, Negara berusaha mencampuri urusan Gereja yang betul-betul independen, tidak tunduk terhadap otoritas pemerintah. Sementara, kata Yoman, pemerintah dengan Negara itu dua institusi yang berbeda dari dasar dan sifatnnya.

“Gereja berdiri atas otoritas ilahi dan kekal abadi. Gereja tidak akan pernah habis dan hancur. Negera itu berdiri atas otoritas manusia yang bersifat sementara dan bisa hilang dan bubar,” tegasnya.

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *