“PHK yang dilakukan perusahaan sepihak membuat kami tidak merasa puas. Mereka melihat bahwa perusahaan tidak melakukan izin ataupun mediasi kepada karyawan terlebih dahulu”
Begitulah ungkapan kekecewaan yang disampaikan oleh salah satu karyawan PT Victori Cemerlang Bapak Yohanes Serui, di Kantor Pengadilan Negeri Jayapura, Kamis (22/6) setelah mengikuti persidangan antara para karyawan dan pihak perusahaan.
Persoalan pemutusan hubungan kerja ini selalu menjadi sebuah pengalaman yang dihadapi oleh setiap pekerja di perusahaan manapun. Pada tahun 2000 PT Victori Cemerlang mulai beroperasi dengan usaha pengolahan kayu log di Unit Nimbonton, Kabupaten Jayapura. Perusahaan ini mempekerjakan sekitar 164 karyawannya. Perusahaan ini beralamatkan di Jl. Perumnas I, No.4, Kel. Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura. Selain unit di Nimbonton, perusahaan PT Victori juga mempunyai unit di Kampung Wambes, Kabupaten Keerom.
Pada Desember 2016 sampai Februari 2017, pihak perusahaan tidak menjalankan kewajibannya yakni membayar upah kepada para pekerjanya sebanyak 164 pekerja. Ketika dicek kepada perusahaan, alasan tidak membayar upah karena perusahaan mengalami kerugian selama 2 tahun secara berturut-turut. Namun di saat yang sama, unit di Wambes tetap menjalankan operasinya. Bersama dengan Sekretariat Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan Sinode GKI Papua, para advokat yang tergabung di dalam Perkumpulan Bantuan Hukum “Bela Keadilan” terus berusaha memperjuangkan keadilan dan hak bagi para pekerja.
“Ketika kami mendampingi para pekerja ini untuk mencari tahu kenapa begitu (tidak dapat upah), perusahaan jawab bahwa perusahaan alami kerugian. Tetapi anehnya operasi di tempat lainnya berjalan. Para pekerja meminta upah mereka tiga bulan tetapi tidak ditanggapi baik oleh perusahaan. Para pekerja juga sudah bersama kami untuk bertemu pihak Disnaker Kabupaten Jayapura dan DPRD Kabuapten Jayapura. Sepertinya tidak ada tindakan tegas dari pihak Disnker dan DPRD kepada perusahaan. Para pekerja juga manusia yang mempunyai hak untuk diperjuangkan. Mereka perlu hidup dan menafkahi keluarga mereka”, ungkap Luis Lala’ar salah satu pengacara yang mendampingi para pekerja tersebut.
Pada 15 Maret 2017, pihak pekerja yang didampingi pengacaranya sempat menyampaikan keluhannya ke Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Jayapura. Pada kesempatan itu, perusahaan juga hadir. Walaupun demikian apa yang dianjurkan oleh pihak Dinas tidak diindahkan dan dilakukan oleh perusahaan. Begitupula suara para pekerja yang disampaikan di DPRD Kabupaten Jayapura hingga saat ini masih hanya menjadi mimpi manis dari para pekerja. Pihak DPRD Kabupaten Jayapura berjanji akan membuat surat dan memanggil pihak perusahaan tetapi hal itu belum terjadi sampai saat ini.
“Kami sudah ke DPRD Kabupaten Jayapura untuk menyampaikan keluhan kami. Waktu itu mereka (DPRD) janji kepada kami bahwa mereka akan turun monitoring perusahaan dan memanggil perusahaan serta mempertemukan kami lagi. Memang DPR turun ke kamp perusahaan tetapi tindak lanjut itu tidak berjalan sampai sekarang. Selain tidak membayar upah kami, iuran BPJS yang dipotong selama ini oleh perusahaan tidak bisa kami gunakan untuk pemeriksaan kesehatan. Karena ketika kami periksa di rumah sakit dengan kartu BPJS, pihak rumah sakit katakan bahwa kami tidak bayar iuran BPJS padahal di slip gaji kami ada potongan iuran BPJS”, ungkap Bpk. Yohanes Serui di halaman Pengadilan Negeri Jayapura.
Kejangkalan lainnya adalah pihak perusahaan belum membayarkan hak para pekerja seperti pesangon dan tunjangan lainnya. Berdasarkan informasi yang diperoleh pihak perusahaan bisa membayar tunjangan dan pesangon tetapi hanya satu kali gaji dan diminta kesediaan para pekerja untuk menandatangi surat pengunduran diri yang telah disiapkan oleh perusahaan.
“Kami ini bekerja ada yang sudahla belasan tahun dan ada yang baru sekitar 4 tahun begitu. Tetapi kami semua dihitung sama dan kami diminta untuk membuat surat pengunduran diri. Hal ini supaya menjadi alasan bagi perusahaan membela diri. Kami sangat kecewa dengan perusahaan. Mereka bilang rugi tetapi unit di Wambes tetapi beroperasi. Kita jadi ragu apakah perusahaan ini legal atau ilegal,” kata Bapak Yohanes