“Dugaan kami, pembahasan RUU Perkelapasawitan ini lebih untuk kepentingan para investor di tanah Papua”
Begitulah ungkapan yang disampaikan oleh Sekretaris Dewan Adat Papua Jhon Gobay dalam siaran pers di Kantor Dewan Adat Papua, Jln. Tobati Abepura, Kota Jayapura, Kamis (13/7). Koalisi penolakan RUU Perkelapasawitan ini menilai bahwa keputusan yang dilakukan oleh pihak DPR untuk meloloskan RUU tersebut lebih pada dan untuk kepentingan investor.
“Begitu cepat pihak DPR membahas RUU Perkelapasawitan ketimbang mendengarkan suara korban karena investasi Perkelapasawitan di Indonesia, secara khusus kami di Tanah Papua,” jelas Jhon Gobai.
Pada tanggal 23 Mei 2017, Koalisi Masyarakat Sipil Pemerhati HAM dan Lingkungan menyurati Presiden untuk mendukung Surat yang dikeluarkan oleh Mentri Sekretaris Negara kepada Mentri Pertanian terkait penghentian pembahasan RUU Perkelapasawitan pada tanggal 22 Juni 2017. Usaha ini dilakukan karena selama ini masyarakat pemilik ulayat tetap menjadi korban dari investasi. Selain itu, pelapasan tanah juga tidak secara adil dan segala janji yang disampaikan perusahaan tidak dijalankan. Masyarakat tetap menjadi korban.
“Dalam pengalaman kami ketika berdiskusi dengan masyarakat adat, masyarakat melepaskan tanah mereka karena mereka berpikir bahwa dengan menerima perusahaan masuk, ada jalan, listrik dan pelayanan lainnya di kampung. Padahal itu merupakan tugas dan tanggung jawab pemerinta setempat bukan perusahaan. Dalam hal ini, pemerintah cuci tangan untuk melakukan tanggung jawab tersebut. Selain itu pelepasan tanah tidak adil dan segala janji dari perusahaan biasanya tidak diwujudkan. Masyarakat tetap menjadi korban kehadiran investasi tersebut,” ungkap Bernard Koten.
Hal senada juga disampaikan oleh Gunawan Inggeruhi yang merupakan korban kehadiran investasi kelapa sawit di Suku Yerisiam Gua, Kampung Sima, Kabupaten Nabire.
“Perusahaan Kelapa Sawit PT Nabire Baru yang ada di sana tidak menguntungkan masyarakat pemilik tanah. Pelepasan tanah juga tidak melibatkan semua masyarakat. Kami masyarakat pemilik ulayat ditipu,” kata Gunawan.
Adapun desakan yang disampaikan oleh Koalisi dalam kesempatan ini adalah:
- Kepada DPR RI dan Pemerintah Pusat agar menghentikan pembahasan RUU Perkelapasawitan yang diduga kuat titipan para pengusaha sawit demi kepentingan bisnisnya;
- Mendesak Pemerintah Pusat, Pemprov Papua untuk serius menyelesaikan tuntutan masyarakat Adat Keerom dan Suku Yerisiam, serta Suku Marind Anim di Merauke;
- Mendesak Pemerintah untuk menterjemahkan Prinsip FPIC dalam sebuah regulasi agar dapat dijadikan sebagai dasar hukum dalam perlindungan hak masyarakat adat;