Kasus Wasior Berdarah: Negara Tidak Serius

“Yang mereka lihat itu bukan nyawa manusianya, tetapi yang lebih penting bagi mereka adalah soal jabatan, uang”

Begitulah sepintas ungkapan yang disampaikan oleh Pater Laurens Edi Doga, OFM dalam Konferensi Pers mengenang 17 Tahun Kasus Wasior Berdarah, 13 Juni 2001, di Kantor Elsham Papua, Rabu (13 Juni 2018). Lebih lanjut Pater Edi Doga menjelaskan bahwa, di setiap ajaran manapun melarang untuk mengambil nyawa manusia yang lainnya. Yang berhak adalah Sang Penciptanya. Terkait dengan Kasus Wasior Berdarah yang sudah terjadi 17 tahun yang lalu itu menunjukan bahwa ada pembiaran dari Negara ini. Negara tidak serius melakukan proses hukum terhadap para pelakunya.

Hal senada juga disampaikan oleh anggota DPR Papua Jhon Gobay. Menurut Jhon, Kasus Wasior ini sudah dikatakan masuk dalam kategori pelanggaran HAM Berat, selain Kasus Wamena Berdarah dan Paniai. Sudah ada tim yang dibentuk waktu itu tetapi semuanya saling ‘melemparkan’ kasus tersebut.

“Yang sekarang dibutuhkan adalah niat baik dari negara saja untuk menyelesaikannya. Presiden Joko Widodo harus secara tegas memerintahkan kepada pihak Kejaksaan Agung untuk memproses pelanggaran tersebut. Hal ini bisa diterbitkan semacam surat perintah atau keputusan dari Presiden. Yang lebih mengecewakan lagi bahwa ada pejabat negara yang melihat segala kasus pelanggaran HAM berat di Papua, khususnya Wasior Berdarah adalah kasus biasa saja”, ungkap Jhon Gobay.

Segala berkas dan laporan tentang Kasus Wasior Berdarah sudah diserahkan. Kasus Wasior sudah masuk dalam kategori Pelanggaran HAM Berat seperti yang dijelaskan di dalam UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Unsur-unsur pelanggaran pada Kasus Wasior Berdarah tercantum juga di dalam peraturan tersebut.

“Untuk Kasus Wasior sudah jelas. Laporannya lengkap dan sudah dikatakan bahwa Pelanggaran HAM Berat. Ada unsur penyerangan yang meluas di beberap tempat lainnya seperti di Nabire, Manokwari, Bintuni. Padahal operasi militerdi daerah-daerah itu tidak ada kaitan langsung dengan Kasus Wasior”, jelas Feri Marisan, Perwakilan Elsham Papua dalam konferensi pers.

Aksi melawan lupa dan mengenang 17 Tahun Kasus Wasior tersebut selain konferensi pers, NGO, kelompok mahasiswa, pemuda, masyarakat adat dan korban yang tergabung di dalam SOS melakukan aksi Photo Ops dan demo damai di Manokwari, Sorong, Jayapura dan Fakfak.

Adapun beberapa tuntutan dari SOS adalah:

  1. Mendesak Presiden Jokowi dan Kejaksaan Agung RI untuk segera menuntaskan kasus Wasior Berdarah 2001 ke pengadilan HAM.
  2. Mendesak pemerintah pusat untuk memulihkan, merehabilitasi dan remedy hak korban dan keluarganya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
  3. Mendesak pemerintah untuk melaksanakan kewajiban dalam pemajuan, perlindungan dan pemenuhan HAM bagi pegiat kemanusiaan, pegiat masyarakat adat dan lingkungan.
  4. Kami mendesak pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten untuk segera melakukan review perijinan kooperasi dengan mendorong  tata kelola yang   berpihak  kepada masyarakat adat Papua dan kelestarian lingkungan.

 

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *