Damai: Tanpa Kekerasan dan Pembunuhan

Sebuah refleksi

Pada Senin, 2 Juli 2018, di Kota Jayapura Papua, Amnesty International mengeluarkan sebuah laporan dengan judul:  “Sudah, Kasi Tinggal Dia Mati”: Pembunuhan dan Akuntabilitas di Papua”. Laporan ini menunjukkan bahwa terdapat 69 kasus pembunuhan di luar hukum yang diduga melibatkan aparat keamanan sejak Januari 2010 sampai Februari 2018 di Papua dan Papua Barat. Dari 69 kasus ini ada 95 korban dan 85 orang adalah orang asli Papua (OAP).

Amnesty International membedakan kasus-kasus dalam dua kategori. Pertama, kasus yang tidak berkaitan dengan aktivitas politik terdapat 41 kasus dan korbannya 56 orang. Kategori ini terjadi saat pemolisian pertemuan non-politis dan gangguan ketertiban umum, kejahatan yang dilakukan atas dasar pembalasan, saat penangkapan tersangka kejahatan dan kejahatan yang dilakukan atas dasar kelakuan buruk individu. Kedua, kasus yang terkait aktivitas politik terdapat 28 kasus dan 39 korban. Kategori ini terjadi saat pemolisian aksi protes damai dengan tuntutan politik, pembunuhan berencana terhadap aktivis pro-kemerdekaan dan saat operasi keamanan.

Laporan Amnesty International ini mendapat tanggapan dari Polda Papua dan Kodam XVII Cenderawasih. Di salah satu media cetak lokal Papua, Harian Cenderawasih Pos  (4/7/2018) menulis tanggapan tentang Laporan Amnesty International dari Polda dan Kodam dengan judul: “Polda Nilai Tendensius, Kodam Anggap Fitnah”. Laporan Amnesty International ini ditanggapi  Kapolda Papua, Irjen Pol Boy Rafli Amar “Terhadap apa yang disampaikan oleh Amnesty International itu adalah pernyataan tendensius” (Koran Jubi, Rabu, 4/7/2018). Sedangkan Kepala Penerangan Kodam XVII Cenderawasih, Kolonel M Aidi menanggapi Laporan Amnesty International: “Kodam Cenderawasih, institusi militer yang memegang kendali teritorial Papua dan bermarkas di Jayapura, menyangkal seluruh tuduhan tersebut dan menyebutkan itu fitnah” (Cepos, 4 Juli 2018). Di media Kompas.com memberikan judul beritanya “Moeldoko: Laporan Amnesty Internasional Tak Berkaitan Langsung dengan Pemerintah Jokowi-JK”.  Di media ini, Kompas.com mengutip pernyataan Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko “Itu evaluasi 10 tahun terakhir, sehingga tidak langsung ditujukan kepada pemerintahan saat ini” (https://nasional.kompas.com/read/2018/07/02/22380641/moeldoko-laporan-amnesty-internasional-tak-berkaitan-langsung-dengan). Di Kolom Opini media cetak Kompas, Rabu (4/7/2018), Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid menjelaskan bahwa dari 69 kasus yang terjadi, tak satu kasus pun diselesaikan secara mekanisme independen.

Tanggapan dan reaksi atas Laporan Amnesty International ini tentu berdasarkan sudut pandang tersendiri dan dengan segala argumentasinya. Amnesty International melihat kasus-kasus itu dari perspektif human rights violations. Di sisi lain, Amnesty juga mengakui bahwa ada pelanggaran HAM yang disebut human rights abuses dan insiden kekerasan yang dilakukan oleh aktor-aktor non negara di Tanah Papua.

Merespon data dari Amnesty International, pihak Polda Papua dan Kodam XVII Cenderawasih menampilkan data mereka tentang korban dari pihak kepolisian dan TNI. Kepolisian Daerah Papua merilis data kekerasan di Papua selama kurun waktu 9 tahun sejak 2009-2018, aksi kekerasan yang dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di wilayah hukum Polda Papua sebanyak 328 kasus yang menimbulkan korban  dari Polri dan warga sipil sebanyak 282 orang. Dari jumlah itu 174 orang luka-luka sedangkan 108 orang dinyatakan meninggal dunia. Ada 87 orang anggota Polri yang menjadi korban, 57 orang luka-luka dan 30 orang meningggal dunia.  Sedangkan warga sipil dari 195 orang korban, 117 orang luka-luka dan 78 orang meninggal dunia (Cepos, Rabu, 4/7/2018). Data dari TNI sejak 2009 sampai 2018 ada 62 yang menderita luka-luka dan 21 orang meninggal dunia akibat Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata (Cepos, Rabu, 4/7/2018).

Dari data yang diberikan oleh Amnesty International, Polri dan TNI, kita menyadari bahwa kekerasan dan kematian yang terjadi di Tanah Papua harus diakhiri atas nama kemanusian dan keimanan kita sebagai bangsa yang berketuhanan yang mahaesa.  Kekerasan dan pembunuhan tidak akan menyelesaikan persoalan Papua dan bertentangan dengan Hak Asasi Manusia. Bagi Negara, tidak ada rekomendasi selain Negara berani jujur mengakui segala pelanggaran dan bersedia untuk diproses berdasarkan mekanisme hukum nasional dan internasional yang berlaku. Kita semua, tanpa kecuali, harus  menghargai hak hidup setiap orang sebagai Saudara dan Saudari yang diciptakan oleh Allah yang berbelaskasih dan penuh kerahiman.

You May Also Like

2 thoughts on “Damai: Tanpa Kekerasan dan Pembunuhan

  1. Majulah terus, SKPKC OFM PAPYA. Kegiatanmu mutlak diperlukan. Tuhan berkati. Pax et Bonum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *