Papuan Voices merupakan salah satu komunitas yang memproduksi film-film advokasi tentang kehidupan di Tanah Papua. Papuan Voices dibentuk pada tahun 2012 atas kerja sama antara Engage Media dengan SKPKC Fransiskan Papua, JPIC MSC dan SKP Keuskupan Agung Merauke. Pada tahun 2017, Papuan Voices telah mengadakan festival film papua pertama di Kota Merauke ada 7-9 Agustus 2017. Festival film Papua di tahun 2018 ini merupakan festival film Papua kedua.
“Festival ini kami laksanakan sebagai salah satu agenda rutin kami. Kami berusaha mengadakan setiap tahun untuk memberitahukan kepada publik tentang pergumulan manusia dan alam Papua,” ungkap Ketua Papuan Voices Max Binur di Sorong, Jumat, 3 Agustus 2018.
Pada pelaksanaan festival pertama, Papuan Voices berhasil mengumpulkan 26 film dokumenter dari tanah Papua dan luar Papua. Pada festival kedua ini, sebanyak 19 peserta yang mengikutkan karya filmnya dalam ajang tersebut. Walaupun ada penurunan, tetapi Papuan Voices yakin akan banyak muncul dan lahir filmaker dari Papua.
“Ajang festival ini selain melihat persoalan Manusia dan Alam Papua, kami juga ingin dan berharap banyak muncul filmakers Papua. Sebenarnya begitu banyak anak muda Papua yang bisa. Mereka perlu didukung, dibina dan didampingi. Media film atau video ini cocok untuk mengangkat pergumulan manusia dan alam Papua,” jelas Ketua Panitia FFP Ke-II Harun Rumbarar.
Festival film Papua kedua ini dilaksanakan di Aula Museum Negeri Papua, Waena, Kota Jayapura, dari 7-9 Agustus 2018. Thema festival kali ini adalah “Masyarakat Adat Papua di Tengah Arus Modernisasi”. Maksud thema ini adalah berlatar dari begitu banya pergeseran budaya dan pola kehidupan masyarakat. Masyarakat adat Papua diharapkan mampu menyaring segala nilai-nilai atau budaya baru yang terus mengalir di Tanah Papua ini.
“Kita lihat bersama bahwa sekarang sudah banyak pergeseran nilai-nilai kehidupan masyarakat adat Papua. Sebenarnya banyak nilai-nilai luhur yang baik yang harus dipertahankan tetapi secara perlahan mengalami pergeseran. Semoga dengan menonton dan menyaksikan semua film yang diputar dalam festival ini, mampu membuka mata dan pemikiran masyarakat adat Papua,” kata Seksi Produksi FFP Ke-II Asrida Elisabeth.
Panitia FFP Ke-II juga mengundang beberapa komunitas seni di Kota Jayapura seperti komunitas foto, komunitas seni ukiran, komunitas seni puisi, komunitas seni musik dan tari, komunitas kerajinan tangan. Selain itu juga panitia menyiapkan beberap stand untuk komunitas kopi dan media.
Kesembilanbelas film yang mengikuti kompetisi FFP Ke-II adalah, 1. “Merajut Motif Papua” (karya Petrus Douw-Deiyai), 2. “Mamapolitan” (karya Indra Siagian-Jakarta), 3. “Cerita Ema” (karya Naomi Marasian & Yuliana Marasian-Nabire), 4. “Rosa, Wajho, Rufus Jati, “Sekolah Rimba” (karya Kathrin Oester-Asmat), 5. “RPP: Resep Pendidikan Papua” (karya Yosep Levi-Yahukimo), 6. “Nit Meke” (karya Nelson Lokobal-Wamena), 7. “Generasi Kayu Lapuk” (karya Rizal Lani-Wamena), 8. “Kenari di Tepi Batas” (karya Denis Tafor-Keerom), 9. “Tete Guru Kafudji” (karya Dion Kafudji-Keerom), 10. “Sa Pu Jalan Pulang” (karya Stev Abraw-Kota Jayapura), 11. “Dipenjara” (karya Straky Yally-Timika), 12. “Agus Kadepa, GPM” (karya Kathrin Oester-Jayapura), 13. “Isi Dalam Karung” (karya Yonri Revolt-Timika), 14. “Kita” (karya Deto Liwu-Kota Jayapura), 15. “Perempuan dengan Delapan Tangan” (karya Yosep Levi-Kab. Jayapura), 16. “Maria Logo, Paud Suara Hati Ibu” (Kathrin Oester-Wamena), 17. “Menjadi Tuan di Negeri Sendiri” (karya Donald Kamarea-Nabire), 18. “Kehidupan Pesisir” (karya Noak Sending Sada-Biak), 19. “Suara Mama Fin” (karya Yonri Revolt-Kota Jayapura).
Film-film ini telah melalui proses penilaian oleh tiga dewan juri yakni Zadrak Wamebu, Wensi Fatubun dan Veronika Kusumaryati. Hal-hal yang dinilai antara lain aspek teknis dan non-teknis. Aspek teknis mencakup teknis pengambilan film, kejelasan film, kejelasan suara, dan editing. Sementara aspek non-teknis antara lain cara penceritaan, alur cerita, kejelasan data, dan kekuatan isu yang diangkat.
Berdasarkan hasil penilaian, dewan juri memutuskan 10 film terbaik. Untuk juara umum 1-3 akan diumumkan pada saat pembukaan festival film Papua. Kesepuluh film itu adalah:
- “Cerita Ema” (karya Naomi Marasian & Yuliana Marasian-Nabire)
- “Mamapolitan” (karya Indra Siagian-Jakarta)
- “Kehidupan Pesisir” (karya Noak Sending Sada-Biak)
- “Generasi Kayu Lapuk” (karya Rizal Lani-Wamena)
- “Isi Dalam Karung” (karya Yonri Revolt-Timika)
- “RPP: Resep Pendidikan Papua” (karya Yosep Levi-Yahukimo)
- “Dipenjara” (karya Straky Yally-Timika)
- “Maria Logo, Paud Suara Hati Ibu” (Kathrin Oester-Wamena)
- “Tete Guru Kafudji” (karya Dion Kafudji-Keerom)
- “Nit Meke” (karya Nelson Lokobal-Wamena)