Konflik Nduga, Papua: Pengungsi Kehilangan Tanah Selamanya

Oleh: Philipus Robaha

Ketika langit berawan hitam pekat, hujan pasti turun. Namun, tidak semua awan hitam pekat merahasiakan pelangi. Atau pelangi tidak selamanya muncul setelah hujan berhenti.

 

Pengantar

Nduga masih menangis. Sudah empat bulan lebih puluhan warga sipil di Nduga mengungsi. Baru-baru ini, Kompas.com merilis laporan hasil tim investigasi independen yang mana menyatakan bahwa ada puluhan ribu warga yang mengungsi keluar dari Nduga. Mereka meninggalkan kampung halamannya. Bahkan dalam laporan tersebut disinyalir kuat bahwa ada pelanggaran HAM disana. Dan disana pula, ada rindu dari para pengungsi untuk kembali ke kampung halaman mereka.

Tapi kapan mereka (masyarakat Nduga) akan kembali ke tanahnya? Logikanya sampai situasi Nduga aman. Dan, kapan Nduga akan aman? Entalah. Tidak ada yang tahu dengan pasti, kapan. Yang pasti, langit tak akan selamanya terus menangis. Pasti akan kembali cerah. Tapi belum tentu pelangi akan muncul ketika langit cerah. Kenapa bisa? Karena hujan di Nduga adalah hujan buatan, menurut saya. Dan akhir dari hujan buatan itu, tidak akan sama seperti banjir bandang Sentani. Korban banjir bandang Sentani berpeluang besar untuk kembali membangun rumah di atas tanahnya. Bahkan jika ada yang hendak direlokasi maka pemerintah akan bertanggungjawab.

Tapi tidak dengan para pengungsi Nduga. Para pengungsi Nduga akan kehilangan tanah mereka untuk selamanya. Ditambah lagi, Negara tidak akan peduli dengan kehidupan masyarakat di Nduga. Kenapa bisa? Simak ulasan di bawah ini! Tapi sebelumnya, kita akan simak terlebih dahulu hakikat sebuah konflik. Dalam teori klasik yang dimunculkan oleh Karl Marx.

Teori Karl Marx Dan Persoalan Nduga

Menurut Karl Marx, perjuangan itu berupa pertentangan (konflik) antara kelas borjuis melawan kelas proletar. Kelompok borjuis adalah kelompok yang memegang kekuasan, mengatur masyarakat. Kelompok borjuis terdiri dari orang-orang kaya yang menguasai alat produksi. Serta mengendalikan lembaga ekonomi, politik dan keamanan. Sementara, kaum proletar adalah kelompok yang diatur, dieksploitasi menjadi buruh (bdk. Mansamapin.blogspot.com).

Dari teori konflik ini, kitong (kita) bisa pake (gunakan) untuk tarik benang merah soal Nduga. Kalau konflik di Nduga yang mengakibatkan 32.387 warga mengungsi, bukan akibat dari aksi separatisme dalam pandangan negara tetapi akibat perjuangan (pertentangan) kelas yang diakibatkan oleh kelas borjuis (kapitalis). Sebab para gerilyawan Papua merdeka yang dituduh separatis oleh negara, dalam kelas sosial mereka berdiri pada posisi kelas yang diatur dan dieksploitasi. Sementara TNI/POLRI yang dibentuk oleh negara berdiri pada posisi membela kepentingan kelompok borjuis yang hari ini menguasai negara.

Dan, konflik atau pertentangan antara para gerilyawan bersenjata, yang menamai diri sebagai Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB), pimpinan Kogoya bersaudara, Egianus Kogoya dan Penme Kogoya dengan TNI/POLRI yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Sebagaimana teori klasik di atas adalah wujud dari pertentangan kelas. Dan pertentangan kelas selalu memiliki dampak negatif serta positif bagi kedua kubu. Karena konflik merupakan bentuk tuntutan terhadap perubahan kondisi.

Kelompok TPN-PB mewakili masyarakat Nduga secara khusus, dan Papua secara umum menuntut perubahan total karena tidak lagi percaya akan janji perubahan dan pembangunan dari Negara Indonesia. Maka jalan yang ditempuh adalah menentang kondisi yang ada. Dengan harapan terciptanya perubahan. Namun kelompok borjuis yang menguasai Negara Indonesia tidak sejalan dengan ide perubahan yang ditawarkan alias menolak. Maka terjadilah pertentangan. Pertentangan itu, hakikatnya melahirkan dampak negatif serta positif. Dampak negatif bagi kedua kubuh adalah korban jiwa serta kerusakan lingkungan akibat bom yang dilepaskan oleh TNI/POLRI dari udara. Sedangkan dampak positif dapat dengan adanya pengungsi serta solidaritas kemanusian untuk pengungsi Nduga. Hal ini menjadi ‘tamparan’ keras di wajah Negara Indonesia.

Dewan Gereja Sedunia (DGD) dalam kunjungan ke Papua, tiba di lokasi para pengungsi yang ada di Wamena. Secara tidak langsung, kunjungan ini menjadi kemenangan politik bagi TPN-PB. Sebab tujuan yang ingin dicapai melalui pertentangan tersebut disampaikan kepada perwakilan Dewan Gereja Sedunia.

“Kita mau menentukan nasib sendiri supaya ada harapan hidup anak cucu dikemudian hari,” kata Arki Wanimbo, Kepala Suku Lany Besar, mewakili Ketua Dewan Adat Papua kepada rombongan delegasi Dewan Gereja Sedunia ketika mengunjungi para pengungsi di Wamena. tabloidjubi, Kamis (22/02/2019)

Dampak Konflik di Tanah Ndugama

Sementara dampak positif bagi negara dari pertentangan (konflik) tersebut adalah Politik negara, Keamanan dan Pertahanan Negara, dan pelebaran wilayah operasi tambang Freeport oleh PT. Indonesia Ahasan Alumunium (INALUM). Dan inilah yang membuat mengapa saya, mengatakan bahwa para pengungsi Nduga akan kehilangan tanah mereka untuk selamanya. Situasi ini akan menjadi akhir yang buruk bagi para pengungsi serta orang Papua pada umumnya. Konflik Nduga memiliki kait kepentingan dengan PT. Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) yang nota bene adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang kini menguasai 51,2 % saham Freeport Indonesia. PT. Inalum, sebagai pemegang saham tertinggi di Freeport akan melanjutkan eksploitasi tambang bawah tanah sebagai komandan baru di Freeport. Dan eksploitasi akan dilakukan melalui operasi tambang bawah tanah karena operasi terbuka (open pit) telah ditutup pada akhir tahun lalu. Sebagaimana yang diungkapkan Tony Wenas, Direktur Utama freeport Indonesia.

Open pit akhir tahun ini selesai,” Ujar, Tony Wenas dalam acara Konfrensi pers di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta. Tony menambahkan bawah mereka akan mencari alternatif penambangan lain. Dan pastinya, seluruh penambangan tersebut nantinya dapat dipastikan akan diatas tanah. economy.okezone.com, Jumat (21/12/2018) tahun lalu.

Alternatif penambangan lain yang dimaksud oleh Tony, menurut saya, akan dilakukan di Nduga. Mengingat, “pencurian” tambang bawah tanah oleh Freeport, disinyalir telah sampai ke wilayah Adat Meepago. Wilayah Adat Meepago sendiri meliputi; Kabupaten Jayawijaya, Pegunungan Bintang, Lanny Jaya, Tolikara, Nduga, Puncak Jaya, Yalimo, Yahokimo, serta Mamberamo Tengah.

Adanya kepentingan PT. Inalum di Nduga, bisa dilihat dari perkenalan diri yang dilakukan oleh Inalum kepada masyarakat Nduga melalui bantuan 50 ekor ternak Babi pada (18/12/2019). Juga bisa terbaca melalui pernyataan tokoh masyarakat Nduga ketika menerima bantuan tersebut.

“Masyarakat berdoa tadi untuk Inalum agar ke depan mereke (Inalum) datang lagi. Masyarakat sangat mengharapkan keberadaan Inalum di Papua benar-benar memberikan kontribusi positif bagi masyaraka asli dari semua aspek kehidupan. Tidak hanya ekonomi, tetapi pendidikan, dan kesehatan”, kata Samuel Tabuni, tokoh masyarakat Kabupaten Nduga ketika menerima secara simbolis, bantuan yang diberikan oleh Inalum. papua.antaranews.com (Senin/18 Februari 2018)

Padahal tanpa disadari, sebagai Badan Usaha Milik Negara, PT. Inalum kapan saja akan kembali. Logika sehatnya, Inalum akan kembali setelah pertentangan di Nduga berakhir. Agar negara melalui Inalum tidak dituduh mengambil kesempatan dalam kesempitan. Juga ketika Inalum kembali ke Nduga, tidak ada perlawanan yang berarti dari masyarakat. Karena pertentangan telah membuat puluhan ribu orang mengungsi, dan Inalum sudah memberi bantuan yang mengikat para tokoh masyarakat di sana.

Hal di atas semakin menguat dengan sikap Presiden Jokowi yang memutuskan untuk proyek jalan trans Nduga tetap dikerjakan. Walau telah terjadi kontak senjata antara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB) dan anggota Denzipur yang mengerjakan dan mengawasi proyek jalan trans tersebut, pada (2 Desember 2018). Dan ada korban jiwa.

“Pembangunan infrastruktur di tanah Papua tetap dilanjutkan, kita tidak akan takut oleh hal-hal seperti itu,” kata Presiden Jokowi, yang ngotot agar jalan trans Nduga tetap dikerjakan. Economy,okezone.com, (Selasa/4/12/2018).

Keras kepala dari Jokowi untuk tetap melanjutkan proyek jalan trans Nduga, melahirkan satu pertanyaan kritis “ Untuk kepentingan siapa jalan trans Nduga dibangun?” Jawaban yang jujur adalah untuk kepentingan jalur distribusi tambang dari Kabupaten Nduga ke Porsait-Timika, oleh PT. INALUM. Bahkan menurut saya, pandangan soal proyek jalan trans hanya untuk kepentingan Inalum tidak dapat dianggap remeh. Mengingat konsep pembangunan ekonomi ala Jokowi, bukanlah konsep ekonomi berbasis rakyat. Dari rakyat untuk rakyat. Melainkan ekonomi berbasis investor. Dari investor kembali ke investasi.

Kedua, dampak bagi terbentuknya basis pertahanan dan keamanan. Hal ini dapat dilihat dengan pengiriman 600 prajurit TNI ke Nduga, pada (Selasa, 3 Maret 2019). Pengiriman ini menambah jumlah pasukan yang telah melakukan operasi militer besar-besaran di Nduga, pada (4 Desember 2018). Apa pun alasan negara di media, soal 600 prajurit TNI yang dikirim ke Nduga. Dalam hemat saya, teori domino dan strategi pembendungan masih dipraktekan hingga dewasa ini. Strategi ini seperti yang dilakukan oleh Amerika Serikat.

Amerika Serikat dalam kebijakan luar negerinya masih sangat percaya. Bahwa jika sebuah kawasan dikuasai oleh musuh maka akan mudah kawasan-kawasan lain ditaklukan oleh musuh pula. Seandainya, Egianus Kogoya dan kawan-kawannya berhasil menguasai Nduga. Maka bukan saja operasi tambang Freeport yang telah sampai di wilayah adat Meepago tidak akan mulus dikerjakan oleh PT. Inalum secara terbuka. Tapi wilayah-wilayah strategis yang telah dilirik untuk dijadikan basis militer Indonesia di wilayah pegunungan akan jatuh ke tangan TPN-PB.

Metode pembendungan tidak bisa berhasil apa bila di wilayah tersebut masih ada warga sipil. Itu sebabnya warga sipil Nduga harus direlokasikan. Apa pun caranya termaksud dalam bentuk operasi militer. Setelah masyarakat Nduga direlokasi dengan cara yang telah kita ketahui bersama. Operasi Militer. Maka pembangunan basis militer dengan tujuan domino dan pembendungan akan dikerjakan dengan mulus.

Pembangunan basis militer di Nduga akan semakin nyata apabila Provinsi Papua Tengah yang diisukan terjadi. Tapi sebelum itu terjadi, Provinsi Papua Tengah. Negara akan membentuk skuadron tempur dan skuadron angkut di Nduga seperti yang dibentuk di Biak. Hal ini tidaklah mustahil untuk negara. Mengingat sejengkal tanah di Papua sangatlah berharga dan berarti bagi para burjuasi yang telah menggurita didalam sistem negara Indonesia.

Fungsi skuadron, untuk operasi titik-titik gerakan gerilyawan Papua merdeka di pegunungan. Mengingat markas-markas para gerilyawan ini berada di hutan dan gunung-gunung yang masih hijau dan lebat sehingga susah dideteksi tanpa skuadron.

Dampak positif ketiga, masih senada dengan kepentingan negara di atas. Yakni kepentingan politik negara di mata dunia. Hari ini, Indonesia dikampanyekan sebagai negara demokrasi terbaik dunia karena pesta PEMILU (Pemilian Umum) namun dalam setiap pelaksanaan pemilu yang hanyalah satu nadi dari hakikat demokrasi. Selalu bermasalah. Bahkan tidak sedikit pemenang Pemilu diputuskan melalui putusan makamah konstitusi (MK). Dan tidak sedikit pula, pesta demokrasi atau pemilihan umum di wilayah Pegunungan Papua yang masih kental dengan sistem noken, membuat putusan pemenang Pemilu kepala daerah di sana acap kali ditentukan oleh MK. Hal ini, sejatinya mencoreng renking demokrasi Indonesia di Dunia. Sehingga negara merasa perlu mengintervensi. Guna menyelamatkan renking demokrasi Indonesia yang memang hancur di dalam negeri, tapi sukses dikampanyekan di luar negeri.

Untuk memperbaikinya, dibutuhkan operasi intelejen dalam pesta demokrasi (pemilihan umum). Operasi intelejan ini akan maksimal jika ada pusat militernya. Atau pusat militer berada dekat wilayah operasi politik. Sehingga perlu dibangun satu basis militer. Dan Nduga adalah wilayah yang paling strategis untuk membangun basis militer dan skuadron untuk wilayah pegunungan Papua.

Itulah warna pelangi yang akan muncul di Nduga setelah pertentangan antara gerilyawan Papua merdeka (TPN-PB) wilayah kodap tiga Papua versus TNI/POLRI. Sebagaimana kata Lewis A. Coser bahwa sisi positif dari konflik adalah selalu mengawali perubahan, diantaranya; dapat menimbulkan solidaritas kelompok, dapat mendorong berbentuknya lembaga pengamanan (satpam, polisi, mau pun tentara dan pengadilan), serta dapat menjadikan masyarakat lebih dinamis terhadap budaya baru. Termasuk demokrasi modern.

Kesimpulan

Dari analisa bodoh yang penulis buat di atas. Penulis menilai secara tersirat dan tertulis bahwa yang menjadi akar masalah pertentangan kelas antara TPN-PB dan TNI/POLRI adalah PT. Freeport Indonesia. PT. Freeport Indonesia bukan saja mengeksploitasi sumber daya alam orang Papua. Tapi menciptakan kesenjangan sosial, miskin dan kaya. serta struktur kelas, borjuis dan proletariat, pemilik modal dan buruh pekerja. Yang menjadi basis materi pertentangan kelas.

Untuk menjaga struktur kelas dan kesenjangan sosial serta modal yan diinvestasikan, para borjuis yang telah menguasai negara menggunakan tangan besi serta sistem demokrasi. Militer dikirim dalam jumlah yang banyak untuk melakukan operasi militer. Setelah itu mengamankan wilayah yang diduduki guna kepentingan eksploitasi (penanaman modal di wilayah baru). Serta menggantikan sistem politik yang lama dengan sistem politik yang baru agar para borjuasi dapat mengamankan modal yang mereka taman.

Guna mengakhiri pertentangan (konflik) kelas di Nduga dengan dampak yang adil bagi para pengungsi Nduga dan rakyat Papua secara umum. Juga tercapainya penentuan nasib sendiri yang dicita-citakan oleh rakyat bangsa Papua. Maka rakyat semesta Papua harus mengambil langkah revolusi untuk menutup PT. Freeport Indonesia. Untuk menutup PT Freeport, dibutuhkan aksi massa revolusioner dengan jumlah masa yang sangat besar. Bagi saya, bagian ini adalah PR (Pekerjaan Rumah) bagi organ gerakan “kiri” di Papua. Terutama organ gerakan pemuda dan mahasiswa untuk bagaimana menyatukan lidi-lidi solidaritas kemanusian untuk Nduga menjadi satu kekuatan sapu lidi. Sehingga bisa menyapu sampah PT. Freeport dari bumi Cendrawasih. Ketika itu (Freeport ditutup), maka sampah-sampah yang lain, termaksud negara akan tersapu bersih. Hormat.

Penulis Adalah Aktivis SONAMAPPA

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *