Oleh Bernard Koten
Perkenalan secara pribadi saya dengan Bruder Felix Kalakmabin, OFM ketika menjalani livein di Panti Asuhan Polomo, Sentani, Yayasan Puteri Kerahiman Papua (YAPUKEPA). Waktu itu saya berada dalam pembinaan dan pendidikan di Persaudaraan Fransiskan Papua. Kurang lebih setahun, (2005), setiap hari sabtu dan minggu pada minggu pertama dan ketiga (2015), saya bersama Saudara Nico Tunjanan ke Panti Asuhan Polomo untuk merasakan pelayanan dan bertukar pikiran dengan Bruder Felix Kalakmabin. Saya sudah tidak mengingat semuanya dengan baik pengalaman livein itu, khususnya mengingat moment atau hal paling mengesankan ketika bersama Bruder Felix di Panti Asuhan Polomo. Satu pengalaman yang saya rasakan dan lhat adalah Bruder Felix selalu senyum, ramah dan tegas dengan anak-anak binaannya di Panti Asuhan Polomo. Pernah Bruder Felix menegur dan menasehati anak-anak binaannya karena mereka tidak mengikuti apa yang sudah ditentukan dan disepakati. Setelah dinasehati, anak-anak binaannya kesal dan jengkel dengan Bruder Felix.
“Bruder Felix Botak, Bruder Felix Botak”, teriakan dari anak-anak binaannya dari luar ruangan asrama Panti Asuhan Polomo.
Saya dan Saudara Nico waktu itu ada. Kami mendengar teriakan itu dan kami juga jengkel akhirnya mencari sumber suara tersebut. Kami memang tidak menemukannya. Kami berdua pulang dan bicara dengan Bruder Felix.
“Bruder, anak-anak ini kepala batu juga e. Nanti besok saya tanya dorang. Kalau dapat nanti saya pukul dorang”, ungkap Saudara Nico ke Bruder Felix.
Bruder membalasnya dengan senyuman kepada kami berdua. Bruder hanya menjawab,”Biarkan saja mereka. Mereka jengkel tetapi mereka akan kembali. Mereka mau kemana juga, karena di sini (Panti), saya sudah bina dan didik mereka dengan baik. Mereka akan kembali”. Begitulah inti dari jawaban Bruder Felix saat itu yang masih sempat teringat oleh saya.
Dari pengalaman ini, saya menilai Bruder tidak membenci anak-anak binaannya walaupun mereka jengkel, marah dan bahkan mengancam pukul Bruder Felix. Bruder Felix sangat paham karakter dan watak dari anak-anak binaannya sehingga dia tidak merasa cemas atau kwatir terhadap ancaman tersebut. Bahkan dia menanggapinya dengan senyum.
Di tahun 2016, kami berjumpa lagi. Ketika kami dari Kantor SKPKC Fransiskan Papua melakukan refleksi sosial dengan umat di Kampung Kwarja, Paroki St. Klara Taja Lere. Berdasarkan cerita dari Bruder Felix, ia ditempatkan bersama Pater Hironimus Lebi, OFM di sana. Salah satu tugas pelayanannya adalah melayani kelompok kategorial di Paroki St. Taja Lere. Kami mendapatkan informasi dari Bruder tentang usahanya untuk mengubah kebiasaan umat di Kampung Kwarja agar bisa mandiri. Namun ide yang disampaikannya ke masyarakat ternyata tidak ditanggapi dengan baik oleh masyarakat. Bruder Felix tidak mundur. Dia tetap melayani umat tetapi di sekolah dasar SP 5 Taja Lere.
Saya juga beberapa kali berjumpa dengan Bruder ketika dia ada di Komunitas St. Antonius Padua Sentani. Gaya menyapa dan berceritanya tetap sama. Senyum manis tak pernah hilang dari wajahnya. Dari beberapa teman dan orang dari Suku Ngalum, Pegunungan Bintang yang saya jumpai dan kenal, ternyata pembawaannya hampir sama dengan Bruder. Hemat saya, Suku Ngalum merupakan salah satu suku yang suka akan kedamaian dan selalu senyum dengan setiap orang yang dijumpai.
Selain itu, saya dengar cerita bahwa Bruder juga cukup lama melayani di daerah SP 5 Taja Lere ketika menjadi seorang guru. Dia sangat dekat dengan masyarakat di sana. Dia tidak membeda-bedakan orang dalam pergaulannya. Ketika duduk bersama dengan Bapak Man Parera, dia mengkisahkan tentang Bruder Felix.
“Bruder memang orang yang baik. Dia tidak membeda-bedakan kami di SP 5. Dia baik kepada kami semuanya. Kalau dia ketemu orang yang sudah dia kenal dan mereka minta uang, dia kasih saja. Walaupun uang itu adalah uang dia gunakan untuk uang naik taxi. Dia lebih senang jalan kaki dan memberikan uang taxinya kepada orang itu,” cerita Om Man Parera tentang Bruder Felix.
Pada Senin, 14 Oktober 2019, pukul 08.30, saya mendapat telpon dari teman saya di Kota Agats, Hendra Teturan.
“Halo sob, bagaimana sob?”, kataku pada Hendra via telpon.
“Sob sudah dengar berita duka ka”, suara Hendra dari Agats
“Berita duka apa sob?”, tanyaku pada Hendra
“Bruder Felix sob, meninggal tadi pagi. Tong semua juga kaget. Sepertinya dia meninggal di kamar mandi sob. Semua saudara juga tra tahu sob. Anak-anak asrama di sini sedih sekali o sob, mereka memang merasa kehilangan bapak mereka”, jelas Hendra kepada saya.
“Terima kasih sob. Adoh..sayang Bruder dia”, jawabku pada Hendra dan kami mengakhiri perbicangan kami via telpon.
Setelah itu mendapat pesan dari Saudara Piter Supardi bahwa Bruder hari ini (Senin) akan diterbangkan ke Timika dan selanjutnya ke Jayapura.
Pada selasa, 15 Oktober 2019, saya menyempatkan diri berjumpa dengan Bruder Felix lagi di Aula St. Klara Sentani. Berjumpa dan melihat tubuh kaku Bruder Felix yang terbaring dalam peti. Tidak lagi seperti biasanya ketika berjumpa, ada senyum dari Bruder Felix.
“Saudara Felix ini saya kenal dia 32 tahun yang lalu. Kami akrab dan saya anggap dia sebagai saudara saya. Saya biasa panggil dia dengan sebutan Botom. Dia orangnya tegas dan bertanggung jawab. Sejak bersama kami di Komunitas Agats dan sebagai pembinaan asrama di Agats, anak-anak binaannya mulai berubah. Mereka mulai displin dan perlahan-lahan kebiasaan buruk mereka berubah. Kami semua kaget dengan kepergiannya. Kami tidak banyak berbuat dan membantu dia. Kami hanya pasrah dan menyerahkannya kepada Tuhan” kesaksian dari Pater Willem Warat Bungan, OFM ketika menceritakan hari-hari akhir Bruder Felix.
Bapak Theo Sitokdana yang mewakili keluarga jasmani mengungkapkan kesedihan yang mendalam karena kehilangan keluarga mereka.
“Kehilangan Bruder kami keluarga alami dua kali. Kali pertama ketika kami keluarga menyerahkannya ke Biara OFM karena panggilan hidupnya. Kehilangan ini tidak abadi, kami masih berjumpa dia, kami merasakan kehadirannya dengan segala cerita dan pelayanan di Tanah Papua. Kehilangan kedua adalah pada hari Senin, 14 Oktober yang lalu. Ini kehilangan abadi. Kami berterima kasih banyak kepada biara OFM Papua yang sudah membina dan membentuk saudara kami ini menjadi seorang utusan Tuhan dalam melayani umat-Nya di Tanah Papua”
Bruder Felix memang tidak tampil di publik seperti yang lainnya. Kalau diibaratkan Bruder Felix seperti seorang sutrada. Dia ada di belakang layar film. Dia berusaha dengan segala keterbatasan dan kelebihannya mendidik dan membina anak-anak atau generasi Papua menjadi orang yang hebat dan mengejar masa depannya. Bruder felix menghidupi semangat Fransiskus Assisi. Bruder Felix mengikuti Suara dan Roh Tuhan untuk menunjukan jalan dan terang bagi para generasi muda Papua.
Ketika menghantarkan raganya ke tempat peristirahatan abadi, terlihat sejumlah anak binaannya yang sudah menjadi orang sukses.
Bruder Felix, Selamat Jalan dan Berbahagia selalu. Doakan kami selalu Bruder.
Yepmum
Tugas pelayanan Bruder Felix Kalakmabin, OFM
- Juli 1991: penugasan di Wamena
- Tahun 1992: Guru di Pugima, Wamena
- Juni 1994: Guru di SP2 Taja Lere, Kabupaten Jayapura
- Tahun 1996: Pembina di Panti Asuhan Polomo, Sentani
- Tahun 2009-2011: Anggota Konsilium Kustodi Duta Damai Papua
- Tahun 2012: Pembina di Panti Asuhan Polomo, Sentani
- Tahun 2015: Penugasan di Paroki St. Klara Taja Lere
- Tahun 2017: Pembina di Asrama Putra Agats, Asmat