Apakah ada Solusi terhadap PSN di Merauke dan di Papua?

Sebuah Catatan Pribadi

Catatan ini adalah pandangan pribadi atas tanggung jawab pribadi seputar kontroversi atas Proyek Strategis Nasional (PSN) di Papua khususnya di Merauke. Saya seorang imam diosesan Katolik dari Keuskupan Bandung dan tidak mewakili hirarki atau lembaga Katolik. Saya bukan orang Papua dan tidak pernah ditugaskan di Papua. Saya hanya seorang pribadi yang mempunyai banyak sahabat di Papua dan sejak Februari 2023 mencoba lebih memperhatikan Papua dengan lebih banyak membaca dan berkomunikasi dengan beberapa sahabat di Papua.

Sejak itu saya menerbitkan dua buku berjudul Belajar Mencintai Papua: Menantikan Paskah (Pustaka KSP Kreatif, 2023) dan Membawa Keadilan dan Perdamaian ke Tanah Papua bersama Pius Suratman Kartasasmita (Unpar Press, 2024). Saya juga mengumpulkan berbagai referensi tentang Papua terdiri dari buku, artikel, komentar, dll termasuk sekitar Food Estate di Papua.

Seminar Nasional OPSN di STF Driyarkara di Jakarta 4 November 2024

Tanggal 4 November 2024 saya sengaja menghadiri Seminar Nasional “Proyek Strategis Nasional (PSN) Merauke: Dampaknya Pada Masyarakat Adat dan Alam Papua” yang diselenggarakan Yayasan Pusaka Bentala Rakyat dan Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara di Jakarta karena ingin lebih memahami kontroversi PSN di Merauke.

Saya ingin mencoba menjadi salah satu jembatan komunikasi antara Uskup Agung Merauke, Mgr. Petrus Canisius Mandagi MSC, dengan masyarakat adat di Merauke dalam sikapnya terhadap Proyek Strategis Nasional di Merauke. Namun usaha saya ini tampaknya gagal.

Tanggal 4 November 2024 pagi hari sebelum berangkat ke Jakarta saya mengubungi Mgr. PC Mandagi MSC, Romo John Kandam, dan bapak Jus Felix Wewengkang untuk meminta pandangan mereka yang tidak hadir agar bisa saya sampaikan di Seminar Nasional di STF Driyarkara agar peserta seminar mendengar sendiri pandangan Mgr. PC Mandagi MSC.

Hanya pesan Mgr. PC Mandagi MSC yang saya bacakan dalam seminar di STF Driyarkara. Pesan WA Romo John Kandam dan bapak Jus Felix Wewengkang tidak sempat saya sampaikan karena waktu tanya jawab yang disediakan hanya 15 menit.

Ternyata tanggapan Mgr. PC Mandagi MSC yang saya bacakan tersebut memicu protes yang lebih keras lagi terhadap Mgr. PC Mandagi MSC.

Dalam berita di media ODIYAIWUU.com tanggal 4 November 2024, Uskup Agung Merauke Mgr Petrus Canisius Mandagi dituding memiliki andil besar di balik ancaman hidup bagi umat di Merauke yang nyaris kehilangan dua juta hektar. Dukungan Uskup Mandagi terhadap pemerintah dan perusahaan seakan membuka bak neraka baru bagi umatnya.

“Jika kelak masyarakat adat lokal kehilangan hak-hak dasar, sumber-sumber mata pencaharian hidup yang produktif atas nama Program Strategis Nasional, PSN, maka di situ ada peran legitimasi gereja Katolik,” ujar awam Katolik Papua Kristianus Dogopia dan Stenly Dambujai melalui keterangan tertulis kepada Odiyaiwuu.com dari Jayapura, Papua, Senin (4/11).

Dogopia dan Dambujai mengatakan, Uskup Mandagi sebagai pimpinan gereja memainkan peran penting melalui relasi khusus. Peran Mandagi ini nampak dalam upaya mempercepat proses pengambilalihan hak-hak masyarakat adat oleh penguasa dan perusahaan.

Peta PSN oleh Yayasan Pusaka

Selain itu juga peran sang uskup menekan ruang gerak masyarakat adat yang notabene merupakan umat Katolik Keuskupan Agung Merauke. Penguasa dan perusahaan, katanya, masuk melalui pintu gereja untuk memuluskan ambisinya.

“Uskup Mandagi mengeluarkan statemen dukungan terhadap orang atau kelompok elit yang berkuasa dan memiliki modal besar di publik merupakan pola baru dalam gereja Katolik di tanah Papua. Selama 119 tahun lalu, para misionaris maupun pimpinan gereja di keuskupan ini jarang mengeluarkan pernyataan kontroversial seperti itu,” katanya,

Selain itu, Uskup Mandagi dituding membawa perubahan arah pastoral di Keuskupan Agung Merauke yang berdampak pada kegaduhan, perpecahan, dan permusuhan. Pendekatan pastoral tidak mampu menyentuh kegelisahan dan harapan umat. Belum ada suara kenabian Uskup Mandagi yang dapat menyejukkan hati dan batin umatnya yang lama menderita. Malah ia membuat umat semakin terluka dan trauma.

“Hingga saat ini, Uskup Mandagi enggan melakukan klarifikasi atas pernyataannya yang kontroversial. Beliau justru memilih diam seribu bahasa. Bahkan tidak mau menggubris desakan para pihak, stakeholder agar meminta maaf supaya bisa menenangkan suasana hati umat yang terluka dan trauma,” ujar Dogopia dan Dambujai.

Puluhan awam yang terhimpun dalam Suara Kaum Awam Katolik Papua melakukan aksi protes terhadap Uskup Mandagi di Jayapura, Minggu (3/11). Protes dilakukan di Paroki Santo Fransiskus Asisi APO, Paroki Gembala Baik Abepura dan Paroki Kristus Terang Dunia Waena, Kota Jayapura, Papua. Aksi berlangsung dari pukul 09:30-10:23 WIT.

Ajaran Laudato Si (LS) tentang Hak Milik Pribadi

Mengenai tujuan umum harta benda, Laudato Si Artikel 93-95 menjelaskan pandangan gereja tentang hak milik pribadi.

LS 93: Entah beriman atau tidak, kita sekarang sepakat bahwa bumi pada dasarnya adalah warisan bersama; buahnya harus menjadi berkat untuk semua. Bagi orang-orang beriman ini merupakan soal  kesetiaan kepada Sang Pencipta, karena Tuhanlah yang menciptakan dunia untuk semua. Oleh karena itu, setiap pendekatan ekologis harus meliputi suatu perspektif sosial yang memperhitungkan hak-hak dasar masyarakat miskin. Prinsip milik pribadi tunduk pada tujuan universal segala harta, dan karena itu juga hak universal untuk menggunakannya, adalah “kaidah emas” dari perilaku sosial, dan “prinsip pertama dari seluruh tata-tertib sosial-etis”. Tradisi Kristen tidak pernah mengakui hak milik pribadi sebagai hak yang absolut atau tak dapat diganggu gugat, dan menekankan fungsi sosial setiap bentuk milik pribadi. Santo Yohanes Paulus II dengan tegas mengingatkan kita pada ajaran yang menyatakan bahwa “Allah menganugerahkan bumi kepada seluruh umat manusia, agar menjadi sumber kehidupan bagi semua anggotanya, tanpa mengecualikan atau mengutamakan siapa pun juga”.Inilah perkataan yang padat dan kuat. Dia menekankan bahwa “bentuk pembangunan yang tidak menghormati dan tidak memajukan hak-hak asasi manusia, pribadi dan sosial, ekonomis dan politis, termasuk hak-hak bangsa dan masyarakat, tidak akan sungguh layak untuk manusia.” Dengan sangat jelas ia menerangkan bahwa “Gereja memang membela hak milik pribadi, namun juga mengajarkan dengan jelas bahwa pada semua milik pribadi selalu ada hipotek sosial, agar harta milik digunakan untuk tujuan umum yang telah diberikan Allah kepadanya”. Oleh karena itu, ia mengingatkan bahwa “tidak sesuai dengan rencana Allah kalau pemberian ini dikelola sedemikian rupa hingga hasilnya hanya menguntungkan beberapa orang”. Ini menimbulkan pertanyaan serius terhadap sikap yang tidak adil sebagian umat manusia.

LS 94: Orang kaya dan miskin memiliki martabat yang sama karena “Tuhan telah membuat mereka semua” (Amsal 22: 2), “Dialah yang menjadikan orang kecil dan orang besar” (Kebijaksanaan 6: 7) dan “Dia menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik” (Matius 5: 45). Hal ini memiliki konsekuensi praktis, seperti yang telah ditunjukkan oleh para Uskup Paraguay: “Setiap petani memiliki hak alamiah untuk memiliki bagian tanah yang wajar di mana ia dapat membangun rumahnya, bekerja untuk menghidupi keluarganya dan dapat hidup dengan aman. Hak ini harus dijamin, agar tidak tinggal ilusi tapi dapat dijalankan secara nyata. Ini berarti bahwa selain harta milik, petani harus punya akses ke pendidikan kejuruan, kredit, asuransi, dan pasar”.

LS 95: Lingkungan alam adalah harta kita bersama, warisan seluruh umat manusia, tanggung jawab semua orang. Jika sesuatu dijadikan milik kita sendiri, itu hanya untuk mengelolanya demi kesejahteraan semua. Jika tidak, kita memberatkan hati nurani kita dengan beban menyangkal keberadaan orang lain. Itulah sebabnya para Uskup Selandia Baru bertanya apa artinya perintah “Jangan membunuh” ketika “dua puluh persen penduduk dunia mengkonsumsi sumber-sumber daya sedemikian rupa, sehingga mereka mencuri dari negara-negara miskin dan dari generasi mendatang, apa yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup”.

Berdasarkan pandangan Laudato Si tersebut di atas, hak milik pribadi termasuk hak atas tanah tidak bersifat absolut karena bumi diciptakan Tuhan sebagai warisan bersama untuk menjadi berkat bagi semua. Tradisi katolik tidak mengajarkan bahwa hak milik pribadi bersifat absolut dan tak dapat diganggu gugat. Hak milik pribadi mempunyai fungsi sosial.

Gereja memang membela hak milik pribadi, namun juga mengajarkan dengan jelas bahwa pada semua milik pribadi selalu ada hipotek sosial, agar harta milik digunakan untuk tujuan umum yang telah diberikan Allah kepadanya.

Lingkungan alam atau warisan bersama ini harus dikelola sedemikian rupa hingga hasilnya tidak hanya menguntungkan beberapa orang saja, melainkan untuk kesejahteraan bersama. Itulah prinsip bonum commune.

Tentu saja hak setiap orang memiliki hak alamiah untuk memiliki bagian tanah yang wajar di mana ia dapat membangun rumahnya, bekerja untuk menghidupi keluarganya dan dapat hidup dengan aman. Hak ini harus dijamin, agar tidak tinggal ilusi tapi dapat dijalankan secara nyata. Ini berarti bahwa selain harta milik, masyarakat harus punya akses ke pendidikan kejuruan, kredit, asuransi, dan pasar.

Isu Transmigrasi ke Papua yang Lebih Luas

Sementara itu gelombang protes masyarakat Papua bukan hanya soal PSN, melainkan rencana pemerintah Indonesia untuk transmigrasi ke Papua.

Menteri Transmigrasi Muhammad Iftitah Sulaiman tengah menyiapkan 10 titik lokasi di Kabupaten Sorong, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Keerom, 2 di Kabupaten Teluk Wondama, 2 di Kabupaten Fakfak, dan 2 di Kabupaten Merauke untuk kawasan transmigrasi di Papua. Kawasan-kawasan tersebut nantinya akan dilakukan revitalisasi agar bisa menampung dan membina para transmigran.

Menurut Menteri Iftitah pemerintah tidak akan melakukan perpindahan penduduk dari Pulau Jawa dan wilayah padat pemukiman lainnya ke Papua melalui program transmigrasi.

Saya juga memohon kepada pihak-pihak yang mencoba memanaskan situasi, dengan mengatakan bahwa akan ada eksodus besar-besaran dari luar Papua ke Papua itu tidak benar,” kata Iftitah di Kantor Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Jakarta, dikutip Kamis (7/11/2024).

Pemerintah akan melibatkan penduduk lokal dan fokus melakukan transmigrasi lokal di Papua, jika dibutuhkan. Yang berarti, proses pemindahan ini hanya akan melibatkan warga asli atau penduduk yang sudah lama bermukim di Papua.

Lebih lanjut, Iftitah mengatakan, konteks revitalisasi kawasan transmigrasi tersebut bukan hanya sekadar sarana prasarananya saja, tapi juga fokus peningkatan sumber daya manusia (SDM).

“Jadi nanti kita juga akan mencoba untuk melakukan pendampingan dari sisi pendidikan dan juga kesehatan. Agar, ada tiga yang nanti akan kita lengkapi dari para transmigran itu, satu pengetahuannya, kedua karakternya, ketiga keterampilannya,” tuturnya.

Rencana transmigrasi ini umumnya ditolak oleh masyarakat Papua yang ada di Papua maupun di luar Papua. Transmigrasi menimbulkan masalah sosial. Ada kesenjangan antara fasilitas yang diterima para transmigran dengan orang asli Papua. Taraf hidup dan cara hidup para transmigran juga berbeda dengan orang asli Papua. Bagi orang asli Papua, Papua bukan tanah kosong.

Catatan Situasi Papua dari Aliansi Demokrasi untuk Papua (AlDP)

Aliansi Demokrasi untuk Papua (AlDP) mengeluarkan catatan pada November 2024 berjudul “Berakhirnya Kepemimpinan yang Gagal dalam Penegakan Hukum dan HAM serta Dilanjutkannya Kepemimpinan yang Memperkuat Militerasasi & Impunitas di Tanah Papua (Refleksi dan Tantangan Kepemimpinan Indonesia dalam Upaya Penegakan HAM di Tanah Papua).” Pihak AIDP menilai bahwa Presiden Joko Widodo selama 2014-2024 meski sudah belasan kali berkunjung ke Papua belum efektif mewujudkan penegakan hukum dan HAM di Tanah Papua. Presiden Jokowi tidak berhasil mengatasi ketidakadilan hukum, ketidakadilan ekonomi dan ketidakadilan sosial di tanah Papua. Aksi kekerasan dan konflik berenjata setiap tahunnya melonjak naik. Kebijakan Otonomi khusus yang seharusnya desentralisai diubah menjadi kebijakan sentralisasi. Apa yang baik dan benar untuk Papua diputuskan di Jakarta. Akibatnya Otonomi Khusus gagal memenuhi mandat untuk memberikan perlindungan, pemihakan, dan pemberdayaan Orang Asli Papua. Kebijakan pemerintah tidak mampu memberikan keadilan hukum, perlindungan dan jaminan hidup bagi bagi Orang  Asli Papua.

Pemerintah juga berulangkali menyatakan bahwa permasalahan di Papua adalah soal kesejahteraan, namun dilakukan melalui kebijakan keamanan. Juga lahir simbiosis mutualisme antara investor dengan apparat keamanan atau tokoh tertentu atas nama kepentingan bangsa dan negara untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya yang tidak dinikmati Orang Asli Papua.

Ada beberapa rekomendasi yang diberikan oleh AlDP yakni, 1. Pemerintah segera menuntaskan penyelesaian kasus pelanggaran HAM yakni Paiai 2014, Wasior 2001, dan Wamena 2003 di pengadilan HAM, 2. Keterlibatan apparat keamanan pada ruang sipil harus berdasarkan UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI, 3. Pemerintah melakukan review atas berbagai kebijakan sebelumnya di Tanah Papua dengan mempertimbangkan urgensi dan prioritas kebutuhan OAP dan penduduk lainnya di tanah Papua dengan memberikan ruang yang cukup kepada masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat untuk diajak bicara dan ikut mengambil Keputusan dan memberikan persetujuannya, 4. Kementrian HAM yang baru dibentuk dan KOMNAS HAM RI seharusnya bertindak lebih proaktif mengkaji urgensi dan dasar hukum keterlibatan apparat keamanan, 5. Dilakukan investigasi independent yang melibatkan pemerintah (Kementrian HAM dan KOMNAS HAM) dan perwakilan masyarakat secara proporsional dan imparsial guna mengungkapkan fakta yang sebenarnya terkait aksi kekerasan dan konflik bersenjata di Tanah Papua, 6. Pemerintah memberikan perlindungan terhadap masyarakat sipil secara khusus kepada tokoh agama, para guru, tenaga medis, pekerja swasta di berbagai sektor yang menjadi ujung tombak dan pelayanan hak-hak dasar masyarakat di daerah terpencil dan memperkuat masyarakat sipil dan bebas dari kekerasan.

Apakah ada solusi bagi PSN di Merauke dan di Papua?

Berikut ini adalah pandangan saya untuk mencari solusi bagi masa depan Papua yang lebih adil dan damai. Seluruhnya adalah pendapat saya secara pribadi dan tidak mewakili lembaga Katolik atau lembaga manapun.

Khusus untuk PSN di Merauke dan di Papua saya mengusulkan langkah-langkah berikut:

  1. Segera mengadakan dialog masyarakat di Merauke dan di Papua khususnya dengan masyarakat adat yang daerahnya termasuk PSN untuk mendengarkan dengan sungguh-sungguh apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan masyarakat.
  2. Masa depan masyarakat, khususnya masyarakat adat, harus dijadikan prioritas. Nilai-nilai spiritual, kultural, sosial, dan kesejahteraan Masyarakat harus diutamakan. Dialog harus setara, dilakukan secara bebas, tanpa tekanan, dan dengan sikap hormat terhadap nilai-nilai asli masyarakat adat yang sudah jauh sebelumnya ada.
  3. Melakukan review dan revisi mengenai pelaksanaan PSN dengan melibatkan masyarakat, pemerintah setempat, tokoh agama dan adat, dan berbagai elemen lain dalam Masyarakat. Berani menunda langkah-langkah pelaksanaan PSN yang menimbulkan dampak sosial dan lingkungan yang berat yang tidak bisa diperbaiki kembali.
  4. Menghargai masyarakat adat sebagai pemilik ulayat adat untuk ikut menentukan penggunaan tanah adat di mana saja, dan dengan cara apa saja, dalam batas-batas apa saja, yang tetap dipertahankan masyarakat adat dan yang direlakan masyarakat adat untuk kepentingan PSN dengan cara ganti rugi, jual beli, atau cara lain yang disepakati bersama tanpa paksaan atau tekanan.
  5. Menjalankan PSN dengan cara yang lebih bijaksana, tidak tergesa-gesa, bertahap, dan dengan melibatkan masyarakat adat. Termasuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat adat untuk pangan lokal, air minum, hutan, tanaman obat, kebutuhan spiritual dan kultural, pendidikan, kesehatan, jalur lalu lintas dan transportasi, pemukiman, dll.
  6. Menyediakan program perlindungan dan dana abadi untuk masyarakat adat secara komprehensif menyangkut perlindungan hutan, ekonomi, pemukiman, pendidikan, kesehatan, kebun, dll. 

Penutup

Apa yang saya tulis di atas muncul dari kepedulian saya tentang Papua dan merupakan pendapat pribadi. Tentu masih dibutuhkan studi dan diskusi dengan berbagai pihak yang lebih memahami masalah Papua dan PSN. Maka usulan di atas bisa keliru sehingga harus dikoreksi dan diperbaiki, kurang lengkap sehingga harus dilengkapi, dan perlu ditambah lagi dengan berbagai usulan lainnya. Semoga semuanya dengan niat baik untuk menghargai semua pihak yantg terkait dan untuk masa depan Indonesia dan Papua yang lebih baik.

Untuk lebih lengkapnya dapat mengakses link

https://drive.google.com/drive/folders/17o609W2qTjm0Es6Xa1VjafHlfkRlFB3g?usp=sharing

By Romo Ferry SW Pr

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *