Kebaikan, Keramahan dan Keterbukaan sebagai Ancaman Kehancuran Bagi Marga Dorisara di Bintuni, Papua

oleh Pater Gabirel Pangan Dorisara OSA

Masyarakat adat suku Sumuri adalah salah satu masyarakat adat dari tujuh suku di Teluk Bintuni, Papua Barat. Suku Sumuri dikenal baik, ramah, terbuka dan mau menerima perkembangan atau perubahan. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya pendatang yang tinggal menetap di Sumuri. Masyarakat yang datang dan menetap didorong oleh beberapa faktor, salah satu adalah hadirnya perusahan-perusahan besar seperti perusahan loging, sawmil, sawit, batako, LNG Tangguh, dan kini Genting Oil. Kehadiran perusahan-perusahan ini diharapkan ikut memajukan masyarakat, baik masyarakat asli, tenaga kerja maupun mereka yang datang dan tinggal menetap di sana. Perusahan-perusahan itu diharapkan membantu pemerintah setempat untuk memajukan wilayah Sumuri, terutama mengadakan sarana prasarana yang menunjang perkembangan di wilayah itu. Namun apa yang menjadi harapan hampir berbanding terbalik. Kehadiran perusahan-perusahan itu hampir tidak menunjukkan adanya dukungan perkembangan dan perubahan. Kebanyakan anak sekolah kurang mendapatkan dukungan pendidikan seperti beasiswa atau sarana penunjang lain. Jalan raya yang dilewati masyarakat pun kurang diperhatikan atau berlumpur dan susah dilewati oleh masyarakat dengan berkendaraan pada saat hujan, bahkan ada jalan raya yang sudah tidak bisa dilewati dengan kendaraan karena sudah ditumbuhi rumput dan banyak lumpur. Padahal jalan yang berlumpur dan sudah ditumbuhi rumput itu adalah jalan antar kabupaten secara khusus dari distrik sumuri teluk bintuni menuju kabupaten Fakfak. Selain itu dermaga tempat sandar kapal laut atau kapal penumpang tidak dibangun dengan baik. Hal ini membuat masyarakat harus menyebrang laut dengan motor jonson menuju salah satu distrik di mana kapal laut bisa sandar.

Masalah-masalah ini membuat masyarakat sering bertanya, mengapa pemerintah dan perusahan kurang memperhatikan sarana prasarana yang penunjang bagi masyarakat di wilayah adat Suku Sumuri? Apakah karena tidak ada keterwakilan masyarakat adat Suku Sumuri di legislatif yang bisa menyuarakan tentang hal ini? Apakah tidak ada sumber daya alam dari wilayah adat Suku Sumuri ini yang diambil untuk Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat, dan Negara Republik Indonesia ini? Kalau mau dilihat dan dikatan, benar bahwa belum ada keterwakilan anak asli Suku Sumuri yang menduduki kursi legislatif untuk menyuarakan masalah yang terjadi. Lalu bagaimana dengan mereka yang datang dan tinggal di wilayah adat Suku Sumuri dan pernah terpilih dan masih terpilih sebagai anggota legislatif dari wilayah ini? Apakah karena mereka bukan masyarakat asli sehingga mereka hanya mau numpang tinggal dan mengumpulkan kekayaan dari negeri ini untuk dibawa pulang ke daerah asalnya?

Pemetaan Wilayah Adat untuk Rampas Sumber Daya Alam Sumuri

Wilayah adat Suku Sumuri ini pun bukan tidak punya sumber daya alam yang diambil untuk Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat dan Negara Indonesia. Buktinya sekian puluh tahun perusahan Loging dan Sawmil pernah hadir dan membawa keluar kayu dari wilayah ini baik dalam bentuk kayu utuh maupun yang sudah diolah di Sawmil. Hutan yang dibabat bersih oleh loging sudah ditanami sawit dan sawit diolah dan diekpor selama sekian puluh tahun sampai saat ini tanpa status kontrak tanah yang jelas dari pihak perusahan bersama masyarakat pemilik hak ulayat. Perusahaan LNG Tangguh pun hadir untuk menguasai sekian ribu hektar tanah ulayat dari tiga marga tanpa benar-benar memajukan masyarakat setempat. Belum selesai dengan persoalan yang terjadi hadir lagi Perusahan Genting Oil yang karena kepentingannya meminta bantuan Dinas Pertanahan Bintuni untuk melakukan pemetaan tanah adat dari sembilan belas (19) marga atau beberapa marga diantaranya yang memiliki tanah adat di wilayah adat Suku Sumuri. Tujuannya baik yaitu untuk membantu masyarakat membuat pemetaan, namun pasca pemetaan wilayah adat ini, tidak disosialisasikan kepada masyarakat adat. Hal ini memunculkan keributan dalam masyarakat adat bahwa ada beberapa marga yang melihat sebagaian besar tanah adatnya diklaim oleh marga lain. Bagaimana menyelesaikan masalah yang telah terjadi?

Pengaduan Masyarakat Adat Suku Sumuri

Foto Pemalangan Jalan ke Perusahaan oleh Marga Dorisara di Bintuni (Dok. Pater Gabriel Pangan Dorisara OSA)

Pada 17 September 2025, Pukul 09.00 pagi, Pemilik hak ulayat dari Marga Dorisara ke Perusahan Ginting Oil di Nagote. Masyarakat hendak menanyakan tentang pembukaan pemalangan oleh pihak perusahan dan pihak angota kepolisian. Masyarakat ke perusahaan karena pembukaan palang ini tanpa koordinasi kepada Masyarakat Adat Marga Dorisara. Berdasrkan laporan pemalangan ini dilakukan oleh para ibu. Pemalangan ini dibuka secara diam-diam dan memakai alat berat. Masyarakat berharap pemerintah dalam hal Mentri ESDM, DItjen Migas bisa turun dan melihatnya.

Pihak-pihak yang merasa dirugikan telah menempuh beberapa cara, pertama melalui pihak lembaga masyarakat adat Suku Sumuri, kedua melalui Polsek Sumuri, ketiga melalui Polresta Bintuni. Pernah masyarakat dari salah satu marga bertemu dengan Kementrian ESDM di Jakarta tetapi jawaban yang diterima bahwa persoalan ini diserahkan kepada Pemerintah Daerah Bintuni. Tindak lanjut yang seharusnya dilakukan adalah bupati sebagai kepala daerah bersama MRPB turun ke masyarakat untuk membantu memediasi dan hendak menyelesaikan masalah yang terjadi. Tapi sampai saat ini persolannya belum juga selesai. Sejalan dengan ini, Pemerintah Daerah Teluk Bintuni telah memberikan undangan dan menyelenggarakan sosisilisasi nilai kompensasi dan musyawarah tentang bentuk kompensasi pemanfaatan tanah ulayat masyarakat hukum adat Suku Sumuri, serta untuk membayar kompensasi tahap dua bagi marga yang tentu masih punya masalah dengan marga lain. Pertanyaannya, apakah tindakan Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni ini sudah baik dan benar ataukah pemerintah ikut membuat pelanggaran serta sengaja mengabaikan masalah utama yang belum selesai sambil ikut melindungi mafia-mafia yang melakukan pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat adat di Suku Sumuri?

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *